JAKARTA, KOMPAS.TV- Said Aqil Siroj legawa melepas jabatan ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kepada Yahya Cholil Staquf.
Gus Yahya, demikian sapaannya, memenangi 337 suara, sementara Said Aqil Siroj meraih 210 dalam Muktamar NU ke-34 yang digelar di Lampung, dan berakhir Jumat (24/12/2021).
Usai pemungutan suara, keduanya duduk bersama dan saling berpelukan. Gus Yahya memuji Kang Said, demikian sapaan Said Aqil Siroj, sebagai gurunya.
"Guru yang menggembleng saya, membesarkan saya, Kyai Said Aqil Siroj. Apakah akan cukup umur saya untuk balas jasa-jasa beliau? Pujian ini milik beliau," kata Gus Yahya.
Tak berlebihan ucapan Gus Yahya yang ditujukan kepada pesaingnya itu. Sebab, pengabdian Said Aqil di NU memang bukan waktu sebentar.
Baca Juga: Sah Jadi Ketua Umum PBNU 2021-2026, Ini Profil Gus Yahya Cholil Staquf
Said Aqil terpilih sebagai ketua PBNU pada Muktamar ke-32 Makassar, Sulawesi Selatan dan Muktamar ke-33 Jombang, Jawa Timur.
Namun, masa pengabdiannya sudah dirintis sejak masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yaitu 1994-1999.
Kala itu, Said Aqil baru pulang dari studi di Arab Saudi pada 1994. Gus Dur mengajaknya untuk duduk sebagai wakil katib saat kursi katib aam diduduki KH Prof M Dawam Anwar dan rais aam dijabat KH A Ilyas Ruchiyat.
Ketika Kyai Sahal Mahfudh menjadi rais aam, Said Aqil jadi salah seorang rais syuriyah pada periode pertama kepemimpinan Kyai Hasyim Muzadi pada 1999-2004.
Pada periode kedua kepengurusan Hasyim Muzadi, 2004-2009, Said bergeser dari Syuriyah menjadi salah seorang ketua Tanfidziyah, sebelum akhirnya menjadi Ketua Umum PBNU selama dua periode, dari 2009-2014 dan 2014 hingga Muktamar ke-34 pada 2021.
Darah NU dalam diri Kang Said, kelahiran Desa Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, 3 Juli 1953, ini mengalir dari ayahnya yang bernama Kyai Siroj, pemimpin Pondok Pesantren Kempek, Cirebon.
Baca Juga: Profil Said Aqil Siroj, Calon Ketua Umum PBNU yang Sudah Menjabat 2 Periode
Kyai Siroj menggembleng anaknya belajar agama sejak kecil hingga berguru dari pesantren ke pesantren, dari Lirboyo ke Krapyak.
Kepandaiannya dalam ilmu agama membawanya ke Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Quro, di Makkah, Arab Saudi.
Inilah yang membuat Kyai Said punya kelebihan dalam memahami ideologi di negara-negara Timur Tengah.
"Belasan tahun hidup di Arab membuat saya menghayati arti penting NU untuk Indonesia dan dunia. Dengan segala hormat, di Arab agama sedari awal tidak menjadi unsur aktif dalam mengisi makna nasionalisme,” ujar Said Aqil di sela-sela muktamar.
Tidak heran dia begitu fasih berbicara perkembangan Islam di Timur Tengah dan mengambil intisari yang relevan dengan Islam di tanah air.
Sikap kritisnya terhadap praktik Islam di negara-negara Arab, bagian lain yang sering dia sampaikan, untuk menunjukkan betapa pentingnnya sikap moderat Islam di Indonesia, yang sering disebut Islam washatiyah.
Kyai Said telah mewarnai wajah kaum Nahdliyin dalam 10 tahun terakhir. Juga wajah Islam di Indonesia dengan dinamika sosial politiknya yang sangat kental.
Di balik riuh rendah muktamar, sebelum pemilihan dilakukan, Kyai Said menunjukkan sikap rendah hatinya.
"Dalam pemilihan itu pasti ada yang menang dan yang kalah, dua hal yang sangat wajar. Siapa pun apa pun hasilnya, harus kita terima dengan legowo, ikhlas, dan ridha dalam hati kita masing-masing," katanya, kepada KOMPAS.TV, Jumat (24/12/2021).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.