JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti Politik Islam dari The Political Literacy, Muhammad Hanifudin, menilai Muktamar NU yang bakal digelar di Lampung pada 22-23 Desember mendatang akan jadi bukti soal akhlakul karimah (akhlak yang baik).
Proses kandidasi yang digalakkan para calon ketua PBNU mendatang, kata Hanif, harus berlandaskan prinsip mengedepankan kebaikan bersama sebagai nilai.
“Proses kandidasi ini harus dilakukan dengan mengedepankan nilai-nilai yang mencerminkan akhlakul karimah,” papar Hanif kepada KOMPAS TV via WhatsApp, Jumat (17/12/2021) malam.
Baca Juga: Reforma Agraria dan Perubahan Iklim Masuk 4 Agenda Penting Muktamar NU ke-34 di Lampung
Hanif lantas menjelaskan, proses kandidasi itu nantinya akan jauh dari kampanye hitam (black campaign) maupun dari unsur politik uang (money politic).
Ia juga menambahkan, hal ini lantaran Muktamar NU bukanlah ajang politik. Jadi, seharusnya tidak melakukan hal serupa.
“(Muktamar NU) jauh dari black campaign, apalagi money politic. Karenanya, baik calon ataupun pengusungnya harus memberikan contoh keteladanan kandidasi yang baik dan bermartabat," katanya.
Hanif yang menulis buku bersama peneliti The Political Literacy bertajuk Strategi Literasi Politik: Sebuah Pendekatan Teoritis dan Praktis (2020) lantas menjelaskan soal konsep akhlakul karimah.
Konsep ini sejatinya adalah cerminan NU sebagai organisasi ulama. Maka dari itu, kata dia, penting kiranya untuk menjadikan konsep akhlakul karimah sebagai landasan dalam proses muktamar.
Baca Juga: Peneliti Jelaskan Sulitnya Gerakan PA 212 Jadi Parpol, Terkait Dana dan Elit Partai Politik
Konsep ini bisa jadi acuan dalam sebuah proses kandidasi pemilihan. Tidak hanya bagi warga Nahdliyin semata, kata Hanif, melainkan bisa jadi contoh bagi masyarakat luas.
“Ini penting menjadi bagian literasi bagi warga Nahdliyin, dan masyarakat luas lainnya,” tutupnya.
Muktamar NU sendiri dipercepat pelaksanaannya setelah mendengarkan rekomendasi dari BNPB. Semula digelar tanggal 23-25 Desember, acara itu dimajukan sehari jadi 22-23 Desember, dan ditutup tanggal 24 Desember pagi.
Forum tertinggi organisasi NU itu akan memilih ketua umum (Tanfidziyah) dan Rais Aam PBNU mendatang.
Pemilihan ketua Tanfidziyah menggunakan metode suara dari tiap cabang, wilayah dan cabang istimewa yang tersebar di pelbagai negara. Sedangkan untuk Rais Aam di level syuriah menggunakan sistem Ahwa, yakni dipilih oleh para ulama-ulama sepuh yang terpilih di NU.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.