JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus S (21) perempuan asal Cianjur, Jawa Barat yang tewas dianiaya dan disiram air keras suami AL (47), asal Arab Saudi menjadi perhatian DPR.
Perhatian DPR yakni soal status kawin kontrak bermodus nikah siri kedua pasangan tersebut. Perlindungan terhadap wanita korban kawin kontrak inilah yang belum tersentuh oleh pemerintah.
Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah memberi jaminan perlindungan terhadap perempuan, termasuk mereka yang terlibat pada praktik kawin kontrak.
Menurut Puan, tewasnya S akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suami kontraknya itu menjadi bagian dari potret tekanan yang dialami perempuan di Tanah Air.
Baca Juga: Penyiraman Air Keras ke Istri Siri di Cianjur, Ini Kata Komnas Perempuan terkait Nikah Siri
"Ini menjadi tamparan buat kita bersama betapa perlindungan kepada kaum perempuan masih sangat minim," ujar Puan dalam pesan tertulisnya, Selasa (23/11/2021).
Puan menilai praktik kawin kontrak bermodus nikah siri memiliki risiko tinggi terjadinya kekerasan terhadap perempuan.
Menurut dia, meskipun banyak kejadian kekerasan, namun praktik kawin kontrak, khususnya dengan warga negara asing (WNA) masih saja terus terjadi.
"Padahal praktik kawin kontrak ini sangat rentan menjadikan perempuan sebagai korban," ujarnya.
Baca Juga: 5 Fakta Pria Arab Siram Istri Pakai Air Keras di Cianjur
Puan mengungkapkan, menurut data Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi.
Sepanjang 2020, terdapat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan dan untuk periode Januari-Juli 2021, tercatat ada 2.500 kasus.
Berdasarkan data itu, kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik, kekerasan seksual, psikis hingga ekonomi.
Untuk itu, Puan meminta pemerintah serius menangani persoalan kawin kontrak ini. Sebab, pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan memerlukan komitmen bersama dari berbagai kementerian dan instansi terkait.
Baca Juga: Istri Siri yang Disiram Air Keras di Cianjur Berdarah Arab, Satu Marga dengan Suami
Ketua DPP PDI Perjuagan ini mendorong agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) harus menggandeng Kementerian Agama (Kemenag), Polri dan instansi terkait lainnya untuk menyosialisasikan potensi terjadinya kekerasan lewat praktik kawin kontrak.
Terutama pemerintah daerah yang memiliki peranan penting karena menjadi perwakilan pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat. Terlebih, praktik kawin kontrak ini banyak ditemukannya di daerah.
"Untuk pencegahan harus dilakukan dari hulu lewat bentuk pengawasan dan pembinaan kepada masyarakat. Sampaikan risiko yang akan dihadapi jika warga hendak melakukan nikah siri kawin kontrak," ujarnya.
Lebih lanjut Puan menilai, pembekalan, pembinaan dan pengawasan juga penting dilakukan kepada para penghulu atau amil yang sering bertugas menikahkan pasangan yang menjadi ranah serta tugas dari Kemenag.
Baca Juga: Hendak Kabur, WN Arab Saudi yang Siram Air Keras ke Istri Ditangkap di Bandara Soetta
"Lewat Kantor Urusan Agama (KUA), pencegahan kawin kontrak berkedok nikah siri bisa lebih diminimalisir. Pastikan para penghulu dan amir tidak asal menikahkan pasangan, tapi juga ikut mengawasi dan memberikan perlindungan kepada warga," ujarnya.
Di sisi parlemen, DPR RI terus berkomitmen memberikan perlindungan kepada perempuan melalui berbagai regulasi yang berpihak kepada perempuan.
Salah satu upaya yang dilakukan yakni melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Puan menjelaskan, RUU TPKS kini masih dalam pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Baca Juga: Terbukti Lakukan KDRT, Mantan Suami Valencya Dituntut Enam Bulan Penjara
Menurutnya, perlindungan terhadap perempuan menjadi salah satu cakupan dalam RUU ini, mengingat perempuan menjadi mayoritas korban kekerasan seksual.
"Lewat RUU TPKS, peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap perempuan bisa dicegah. Karena itu kami di DPR sedang berupaya agar RUU TPKS yang sedang dibahas bisa segera disahkan," ujarnya.
Dalam kasus KDRT ini Polres Cianjur telah menangkap AL dan sedang menjalani pemeriksaan secara intensif serta mengamankan barang bukti berupa seliter air keras di lokasi kejadian yang diduga dipakai pelaku untuk menyiram tubuh korban.
Hasil pemeriksaan awal, motif kekerasan AL terhadap istri sirinya lantaran sakit hati. Namun motif tersebut masih terus didalami oleh penyidik.
Baca Juga: Soal Kasus Valencya, Komnas Perempuan: Ketidakmampuan Aparat Penegak Hukum Pahami UU PKDRT
Adapun peristiwa S disiram air keras itu terjadi di rumah orangtua korban di Kampung Muncul, RT 002 RW 007, Desa Sukamaju, Cianjur, Sabtu (20/11/2021) dini hari. Diketahui, pasangan suami istri itu menikah secara siri di Kampung Parigi.
Atas perbuatannya, AL disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan Berat dengan ancaman maksimal hukuman seumur hidup.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.