Ketua DPP PDI Perjuagan ini mendorong agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) harus menggandeng Kementerian Agama (Kemenag), Polri dan instansi terkait lainnya untuk menyosialisasikan potensi terjadinya kekerasan lewat praktik kawin kontrak.
Terutama pemerintah daerah yang memiliki peranan penting karena menjadi perwakilan pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat. Terlebih, praktik kawin kontrak ini banyak ditemukannya di daerah.
"Untuk pencegahan harus dilakukan dari hulu lewat bentuk pengawasan dan pembinaan kepada masyarakat. Sampaikan risiko yang akan dihadapi jika warga hendak melakukan nikah siri kawin kontrak," ujarnya.
Lebih lanjut Puan menilai, pembekalan, pembinaan dan pengawasan juga penting dilakukan kepada para penghulu atau amil yang sering bertugas menikahkan pasangan yang menjadi ranah serta tugas dari Kemenag.
Baca Juga: Hendak Kabur, WN Arab Saudi yang Siram Air Keras ke Istri Ditangkap di Bandara Soetta
"Lewat Kantor Urusan Agama (KUA), pencegahan kawin kontrak berkedok nikah siri bisa lebih diminimalisir. Pastikan para penghulu dan amir tidak asal menikahkan pasangan, tapi juga ikut mengawasi dan memberikan perlindungan kepada warga," ujarnya.
Di sisi parlemen, DPR RI terus berkomitmen memberikan perlindungan kepada perempuan melalui berbagai regulasi yang berpihak kepada perempuan.
Salah satu upaya yang dilakukan yakni melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Puan menjelaskan, RUU TPKS kini masih dalam pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Baca Juga: Terbukti Lakukan KDRT, Mantan Suami Valencya Dituntut Enam Bulan Penjara
Menurutnya, perlindungan terhadap perempuan menjadi salah satu cakupan dalam RUU ini, mengingat perempuan menjadi mayoritas korban kekerasan seksual.
"Lewat RUU TPKS, peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap perempuan bisa dicegah. Karena itu kami di DPR sedang berupaya agar RUU TPKS yang sedang dibahas bisa segera disahkan," ujarnya.
Dalam kasus KDRT ini Polres Cianjur telah menangkap AL dan sedang menjalani pemeriksaan secara intensif serta mengamankan barang bukti berupa seliter air keras di lokasi kejadian yang diduga dipakai pelaku untuk menyiram tubuh korban.
Hasil pemeriksaan awal, motif kekerasan AL terhadap istri sirinya lantaran sakit hati. Namun motif tersebut masih terus didalami oleh penyidik.
Baca Juga: Soal Kasus Valencya, Komnas Perempuan: Ketidakmampuan Aparat Penegak Hukum Pahami UU PKDRT
Adapun peristiwa S disiram air keras itu terjadi di rumah orangtua korban di Kampung Muncul, RT 002 RW 007, Desa Sukamaju, Cianjur, Sabtu (20/11/2021) dini hari. Diketahui, pasangan suami istri itu menikah secara siri di Kampung Parigi.
Atas perbuatannya, AL disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan Berat dengan ancaman maksimal hukuman seumur hidup.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.