JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Bantuan Hukum Asosiai Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK) menemukan terjadinya peningkatan jumlah pengaduan korban kekerasan pada anak dan perempuan dalam tiga tahun terakhir, termasuk di masa pandemi.
Dian Novita dari Divisi Perubahan Hukum LBH APIK mencontohkan, pada tahun 2018 terjadi 837 kasus kekerasan yang menimpa anak dan perempuan. Lantas sempat menurun pada 2019 yang mencatat 794 kasus.
Selanjutnya pada 2020, angkanya meningkat tajam hingga menembus 1.178 kasus dan diperkirakan terus meningkat hingga kini.
Hal itu diungkapkan Dian dalam diskusi bertajuk “Apa Kabar RUU PKS?” yang digelar El-Bukhari Institute dan Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI).
“Justru saat pandem ini, sejak tahun 2020 kemarin, saat semua orang dirumahkan, justru kasus kekerasan pada anak dan perempuan meningkat tinggi. Ini masih di Jakarta padahal,” kata Dian dalam diskusi yang dipantau KOMPAS TV, Kamis (18/11/2021).
Baca Juga: Elemen Kunci RUU PKS Dihilangkan Baleg, KOMPAKS: Ini Kemunduran Perlindungan Hak Korban
Lebih lanjut ia mengungkapkan, menurut data LBH APIK, ada lima kasus yang paling banyak diadukan oleh korban kekerasan berusia dewasa sepanjang tahun 2020.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tercatat paling banyak yaitu sekitar 418 kasus.
Kekerasan seksual pada perempuan sebanyak 16 kasus, dan kekerasan seksual pada anak laki-laki sebanyak 5 kasus. Sementara kekerasan dalam pacaran ada 92 kasus.
“Yang banyak terjadi kekerasan berbasis gender online sekitar 307 kasus. Kejahatan online pada anak perempuan juga banyak terjadi,” tambahnya.
Dian juga menyayangkan banyaknya aparat penegak hukum yang masih belum berperspektif korban. LBH APIK Jakarta mengatakan masih menemukan aparat penegak hukum yang menyalahkan korban.
“Kenapa kamu memakai pakaian ketat, kenapa kamu mau diajak? Itu 'kan salah kamu,” terangnya, mencontohkan sikap penegak hukum terhadap korban.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.