Kompas TV nasional hukum

Soal Kasus Valencya, Komnas Perempuan: Ketidakmampuan Aparat Penegak Hukum Pahami UU PKDRT

Kompas.tv - 19 November 2021, 07:10 WIB
soal-kasus-valencya-komnas-perempuan-ketidakmampuan-aparat-penegak-hukum-pahami-uu-pkdrt
Valencya (45) ibu muda dua anak di Karawang dituntut satu tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Karawang. (Sumber: Tribun Jakbar/Cikwan Suwandi)
Penulis : Isnaya Helmi | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menilai kasus yang dialami Valencya mencerminkan bahwa aparat penegak hukum tidak mampu dalam memahami Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

Pasalnya, Siti menilai dalam kasus tersebut Valencya sebenarnya adalah korban KDRT.

Sepeti diketahui, kasus Valencya (45), seorang ibu rumah tangga di Karawang, Jawa Barat, yang dituntut 1 tahun penjara atas kasus KDRT psikis kepada suaminya, Chan Yu Ching, pria asal Taiwan.

Padahal, Valencya mengaku memarahi suaminya karena sering pulang mabuk dan menelantarkan dirinya dan kedua anaknya.

"Apa yang dialami oleh ibu Valencya ini karena ketidakmampuan kepolisian dan kejaksaan dalam memahami UU PKDRT," kata Siti dalam program Rosi, KOMPAS TV, Kamis (18/11/2021). 

Meski tidak hanya melindungi perempuan, namun Siti mengatakan UU PKDRT mengenali kerentanan khas perempuan.

"Misalnya hal ini dapat dilihat di bagian pertimbangan yang menyatakan bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga adalah kebanyakan perempuan," ungkapnya.

"Juga di dalam pengertian kekerasan rumah tangga dinyatakan bahwa ini merupakan perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan. Serta di dalam penjelasan dinyatakan bahwa UU PKDRT ini adalah bentuk keberpihakan negara, bentuk afirmasi kepada para istri dalam relasi suami istri yang mengalami kekerasan," lanjut Siti.

Kendati demikian, pada kenyataannya, penerapan UU PKDRT kepada korban, malah sering dijadikan alat impunitas bagi pelaku, sekaligus digunakan untuk mengaburkan siapa sesungguhnya yang menjadi korban. 

Baca Juga: Curhat Valencya: Biar Ibu-ibu se-Indonesia Tahu, Tidak Boleh Marah Kalau Suami Pulang Mabuk-mabukan

Lebih lanjut, Siti mengatakan bahwa peristiwa yang dialami oleh Valencya ini masuk dalam KDRT berlanjut atau post separation abuse. 

Adapun yang dimaksud yakni KDRT yang dialami terus berlangsung meski perkawinan telah putus melalui perceraian. 

"Apa yang terjadi pada Ibu Valencya ini bentuk KDRT berlanjut, karena saat peristiwa yang diadukan, posisi Valencya ini secara de facto sudah bercerai," ujarnya.

Menurut penjelasannya, KDRT berlanjut ini sebenarnya disebabkan relasi kuasa yang dimiliki laki-laki terhadap perempuan. Di mana sang laki-laki ingin terus mengontrol, mengintimidasi, menghukum, menyakiti, serta adanya kebutuhan untuk 'menang' terhadap mantan pasangannya.

Nilai-nilai inilah, lanjut dia, yang menjadikan korban KDRT walau sudah bercerai masih menghadapi bentuk-bentuk kekerasan.

"Dalam kasus Valencya jika saja aparat kepolisian dan kejaksaan mau menjadikan bentuk-bentuk ketidakadilan yang dialami Valencya selama 18 tahun maka tidak boleh dia ditempatkan sebagai tersangka atau terdakwa," tegasnya.

Diberitakan KOMPAS TV sebelumnya, Komnas Perempuan mengaku taelah menerima aduan terkait permasalahan rumah tangga Valencya dengan Chan sejak Juli 2021 lalu. 

Diketahui, setelah menikah dengan Chan pada 2011, Valencya kemudian mengikuti suaminya ke Taiwan. Namun di sana dia baru tahu kalau Chan merupakan duda tiga anak.

Baca Juga: Habis Terang Terbitlah Kriminalisasi Jadi Judul Pledoi Valencya, Istri yang Dituntut 1 Tahun Penjara

Dalam pernikahannya itu, Valencya juga harus menjadi tulang punggung keluarga sementara Chan kerap pulang dengan kondisi mabuk.

Komnas Perempuan menyebut, Valencya juga menghadapi kekerasan ekonomi akibat utang suaminya itu, termasuk untuk mengembalikan pinjaman atas mahar perkawinannya.

Tak sampai di situ, saat kembali ke Indonesia, Valencya bahkan menjadi sponsor Chan untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. 

Valencya kemudian menggugat cerai Chan. Pengadilan Negeri Karawang mengabulkan gugatan itu pada Januari 2020 dan mewajibkan Chan Yu Ching memberikan nafkah dan biaya pendidikan bagi kedua anak mereka.

Akan tetapi, Chan Yu Ching tak terima hingga melaporkan balik mantan istrinya dengan tuduhan melakukan kekerasan psikis karena telah mengusirnya dari rumah dan menghalanginya bertemu dengan anaknya.

Pada September 2020 pula, Valencya kemudian melaporkan Chan atas tindak pidana KDRT dan dugaan penelantaran keluarga ke Polres Karawang.

Namun, proses hukum laporan Valencya tertunda. Sementara, laporan Chan Yu Ching malah berlanjut hingga Valencya yang merupakan korban, menjadi tersangka. 

Baca Juga: Tak Peka Tuntut Istri yang Marahi Suami Mabuk 1 Tahun Penjara, Pejabat Kejaksaan Dicopot

 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x