JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi I DPR Tubagus (TB) Hasanuddin menyebut DPR tidak perlu lagi melakukan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test kepada calon panglima TNI. Menurutnya, aturan bahwa calon Panglima TNI harus mengikuti fit and proper test di DPR, dapat diubah.
TB Hasanuddin menyatakan secara historis, aturan uji kelayakan dan kepatutan calon panglima TNI adalah upaya untuk menghindari dominasi rezim berkuasa terhadap militer. Hal ini pernah terjadi di era orde baru.
Fit and proper test di DPR dimaksudkan menjadi faktor penyeimbang kekuasaan pemerintah atas TNI.
Baca Juga: Panglima TNI Pensiun, Hadi Tjahjanto Diisukan Masuk Kabinet Jokowi?
Namun meski demikian, dia menilai aturan tersebut dapat berubah. Karena uji kelayakan dan kepatutan calon panglima TNI menurutnya tidak lagi diperlukan.
Menurut TB Hasanuddin, uji kelayakan dan kepatutan malah berpotensi menimbulkan politisasi dan kegaduhan politik yang lebih luas.
Selama ini, kata dia, Presiden selalu mengajukan calon tunggal panglima TNI berdasarkan hak prerogatifnya, jadi secara sustansial tidak perlu ada uji kelayakan dan kepatutan.
Baca Juga: Begini Kata Jenderal Andika Perkasa Setelah Disetujui DPR Jadi Panglima TNI
Ada sejumlah alasan yang diungkapkan TB Hasanuddin. Menurutnya, dalam UU No.34/2004 tentang TNI tidak ada aturan secara eksplisit tentang uji kelayakan dan kepatutan bagi calon panglima TNI. Pasal 13 butir 2 UU TNI hanya menyatakan bahwa:
“Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat,” paparnya.
Kemudian pada bagian penjelasan pasal 13 butir 2 disebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat adalah pendapat berdasarkan alasan dan pertimbangan yang kuat tentang aspek moral dan kepribadian berdasarkan rekam jejak,” ujar purnawirawan TNI ini.
Baca Juga: Tok! Detik-Detik DPR Setujui Andika Perkasa Jadi Panglima TNI
"Artinya, klausa 'persetujuan DPR' tidak harus melalui sebuah mekanisme yang disebut uji kelayakan seperti yang lazim dilaksanakan saat ini," beber politisi PDI Perjuangan ini.
Selain itu, dia menyebutkan, mekanisme uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon panglima TNI juga tidak sejalan dengan Peraturan Tata Tertib DPR RI tahun 2020.
TB Hasanuddin mengatakan Pasal 226 Tatib DPR 2020 menyebutkan bahwa dalam hal peraturan perundang-undangan menentukan agar DPR mengajukan, memberikan persetujuan, atau memberikan pertimbangan atas calon untuk mengisi suatu jabatan, rapat paripurna DPR menugasi Badan Musyawarah untuk menjadwalkan dan menugaskan pembahasannya kepada komisi terkait.
Kemudian di butir 2, tata cara pelaksanaan seleksi dan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh komisi yang bersangkutan meliputi penelitian administrasi, penyampaian visi dan misi, uji kelayakan (fit and proper test), penentuan urutan calon; dan, pemberitahuan kepada publik, baik melalui media cetak maupun media elektronik.
Namun ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikecualikan terhadap pengisian jabatan yang oleh undang-undang ditentukan hanya memberikan persetujuan.
"Mengacu pada Pasal 13 Butir 2 UU TNI yang menyebutkan frase 'persetujuan DPR' dan butir 3 dalam Pasal 226 Tata Tertib DPR RI tahun 2020 di atas maka sebenarnya tidak perlu ada mekanisme uji kelayakan bagi calon panglima TNI karena sifatnya hanya memberikan persetujuan (dikecualikan)," ungkapnya.
Dia juga menyatakan jika tujuannya untuk mengimbangi kekuasaan legislatif dalam penetapan panglima TNI, sebenarnya tidak perlu melalui uji kelayakan.
DPR bisa melakukan fungsi pengawasan saja melalui mekanisme rapat kerja Komisi I DPR RI dengan panglima TNI terpilih.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.