JAKARTA, KOMPAS.TV – Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PAN, Bakri HM, meminta pada Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) untuk memerintahkan pihak terkait membongkar mafia tes PCR.
Permintaan Bakri tersebut disampaikan dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Senin (1/11/2021), yang mengangkat tema Dugaan Bisnis Tes PCR sebagai Syarat Perjalanan.
Dalam acara tersebut, Redaktur Majalah Tempo Hussein Abri Dongoran menjelaskan tentang hasil investigasi Majalah Tempo yang menyebut sejumlah perusahaan penyedia layanan tes PCR berafiliasi atau dimiliki oleh beberapa petinggi atau pejabat dan politikus di Indonesia.
Menanggapi hal itu, Bakri menyebut hal itu perlu diusut. Sebab jika memang benar demikian, hal itu mungkin menyebabkan harga tidak transparan.
“Saya pikir, melalui Bapak Presiden, meminta pada yang terkait untuk membongkar mafia ini. Kalau toh itu nyatanya, saya pikir itu betul-betul keterlaluan,” ucapnya.
Dia juga setuju jika dugaan ini ditindaklanjuti dan dilacak sampai akar-akarnya. Karena transparansi sangat diperlukan untuk menghadapi pandemi. Dia berharap pelaku bisnis maupun pemerintah membantu masyarakat.
Baca Juga: Hasil Investigasi: Sejumlah Perusahaan Penyedia Layanan PCR Berafiliasi dengan Pejabat
“Saya pikir harus berani dong, kalau mereka pelaku usaha murni, ya berani dong bicara, modalnya berapa, untungnya berapa.”
Bakri juga mengapresiasi kebijakan presiden yang menurunkan harga tes PCR dari jutaan rupiah menjadi kisaran Rp300 ribuan.
Tetapi, dengan adanya temuan tentang dugaan bisnis PCR, dia melihatnya sebagai ketidakterbukaan pemerintah.
“Saya mengira ini adalah pekerjaan yang betul-betul akan merugikan kita. Jadi jangan heran kalau hari ini yang kaya makin kaya, yang terpuruk makin terpuruk.”
“Kalau memang ada laporan-laporan kekayaan orang kaya di Indonesia makin bertambah ya mungkin bagian dari yang begini-begini. Kita ini bicara PCR lho, belum lagi bicara-bicara yang lain dalam penanganan pandemi ini,” urainya.
Sementara Hussein menyebut, berdasarkan hasil diskusi dengan pengusaha, ada importir yang meminjamkan alat tes PCR produksi Tiongkok pada sejumlah layanan kesehatan.
“Fasilitas kesehatan tidak perlu mengeluarkan uang tapi disediakan oleh para importir. Dalam artian, importir itu memberikan mesin dari Tiongkok yang harganya tak sampai Rp400 juta, tapi diikat,” tuturnya.
Baca Juga: Tarif PCR Turun, Penumpang Pesawat Meningkat
Ikatan itu berupa para fasilitas kesehatan tersebut harus membeli reagennya dari importir, dengan syarat pembelian minimal 1.000 per bulan atau 25 ribu kit. Nantinya alat itu menjadi milik fasilitas kesehatan.
Jika fasilitas kesehatan penyedia layanan PCR menggunakan mesin yang diberikan oleh importir, harga satuan reagen adalah Rp60 ribu. Sedangkan fasilitas kesehatan yang menggunakan mesin sendiri, harga reagen di pasaran hanya Rp13 ribu.
“Kalau fasilitas kesehatan tidak membeli dari importir, dijual sekitar Rp13 ribu per reagen. Kedua, kalau diikat oleh para importir itu, fasilitas kesehatan membeli seharga Rp60 ribu per reagen,” tegasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.