JAKARTA, KOMPAS.TV – Kasus pinjaman online (pinjol), baik ilegal maupun legal, menduduki peringkat kedua terbanyak aduan yang masuk ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), jumlahnya mencapai 15 persen dari total aduan.
Pengurus harian YLKI Sudaryatmo menjelaskan, berdasarkan data pengaduan YLKI, fenomena maraknya aduan pinjol sudah ada sejak tiga tahun lalu.
Bahkan, pinjol pernah menduduki urutan kedua pengaduan yang paling banyak diadukan setelah perdagangan online atau e-commerce.
Baca Juga: PPATK: Ada Hubungan Antara Pinjol Resmi dan Ilegal
“Dari catatan YLKI, yang mengadu itu tidak hanya pinjol ilegal, pinjol legal pun ada pengaduannya. Memang persentasenya lebih banyak pinjol ilegal,” ucapnya di Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Sabtu (23/10/2021).
Pengaduan terkait pinjol yang masuk ke YLKI biasanya terkait penagihan, kontrak yang tidak fair atau tidak adil, dan tidak adanya transparansi produk.
Terkait kontrak yang tidak fair, misalnya ketika konsumen mengakses layanan pinjol, konsumen harus memberikan persetujuan terhadap isi perjanjian yang tidak fair. Salah satunya, persetujuan mengakses data kontak yang ada di ponsel konsumen.
“Ketiga, tidak adanya transparansi produk pinjol. Ini kan sebenarnya untuk menutupi bahwa di dalam bisnis pinjol itu ada praktik unfair charging. Jadi konsumen dari awal tidak pernah tahu jenis pungutannya apa saja dan besarannya berapa,” urainya.
Nantinya, setelah pembayaran angsuran bermasalah, baru konsumen tahu model bisnis pinjol seperti ini.
Menurut Sudaryatmo, seharusnya sebelum konsumen mengakses aplikasi pinjol, mereka diberi simulasi, sehingga saat benar-benar mengakses layanan pinjol, konsumen tahu persis besaran biaya yang harus dibayar.
“Besarannya berapa saja, termasuk kalau nunggak itu yang harus dihadapi konsumen itu seperti apa,” lanjutnya.
Baca Juga: Fakta-Fakta Kejahatan Pinjol Ilegal, Didanai WNA dan Peras Uang Rp20 Miliar dari Masyarakat
Terkait hal itu, dia menyarankan agar pemerintah fokus membenahi aspek di hulunya, termasuk bagaimana mendorong transparansi produk jasa keuangan, memastikan tidak ada unfair contract, mengatur charging, dll.
Dia melanjutkan, biasanya konsumen yang bermasalah adalah konsumen yang melakukan pinjol untuk keperluan konsumsi.
“Ini yang banyak bermasalah," katanya. "Kemudian, nilai pinjaman tidak sebanding dengan pendapatan.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.