SOLO, KOMPAS.TV - Tidak sedikit masyarakat Indonesia masih bingung membedakan sebutan Surakarta dengan Solo.
Terlebih membedakannya dalam penulisan dan pelafalan sehari-hari. Sebab, Solo dan Surakarta masih sering disebut dan ditulis dengan berbeda di beragam lini media.
Nah, untuk menjawab kebingungan dan keraguan masyarakat soal perbedaan Solo dan Surakarta, berikut KOMPAS.TV rangkum selengkapnya untuk Anda.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Warto menerangkan, kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah ini pada mulanya memang bernama ‘Sala’.
'Sala' merupakan desa perdikan yang dulunya dipimpin oleh seorang kiai bernama Ki Gede Sala atau biasa disebut Kiai Sala.
Lalu, saat desa ini didatangi oleh orang-orang Belanda ternyata mereka kesulitan melafalkan Sala dengan huruf 'a' dan mengubahnya menjadi huruf 'o'.
Sehingga kemudian, pelafalannya berubah dari Sala menjadi Solo.
“Dengan huruf ‘a’. Ingat huruf Jawa ‘o’ dan ‘a’ punya perbedaan yang sangat penting. Kalau Sala ditulis dengan huruf Jawa nglegena atau telanjang. Kalau di-taling-tarung jadi ‘o’ makanya So–lo gitu. Dan, alasannya Sala jadi Solo karena orang Belanda susah ngomong Sala,” kata Prof. Warto dilansir dari laman resmi UNS, pada Minggu (17/10/2021).
Baca Juga: Lowongan Kerja Shopee Solo Untuk D1-S1 Semua Jurusan, Ini Syarat Lengkapnya
Lebih lanjut, Prof. Warto menjelaskan bahwa Desa Solo memiliki sejarah yang panjang.
Desa Solo awalnya merupakan desa perdikan dan kemudian berubah menjadi pusat kerajaan dengan berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat.
Pemilihan Desa Solo sebagai lokasi baru keraton didasarkan pada pertimbangan Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, dan J.A.B. van Hohendorff usai Keraton Kartasura hancur akibat Geger Pecinan.
Dalam sejarahnya, Geger Pecinan terjadi akibat pemberontakan pada tahun 1740 yang berhasil menghancurkan Keraton Kartasura.
Walaupun Keraton Kartasura berhasil direbut kembali, namun Pakubuwana II yang kala itu masih berkuasa menganggap lokasi keraton sudah kehilangan 'kesuciannya' dan berinisiatif memindahkannya ke lokasi yang baru. Akhirnya, terpilihlah Desa Solo sebagai lokasi baru keraton.
“Itu nama yang punya sejarah panjang. Jadi, Kota Solo yang sekarang kita kenal itu kan awalnya dari sebuah perpindahan kerajaan dari Kartosuro ke Surakarta tahun 1745,” katanya menjelaskan.
Seiring perjalanan waktu, kemudian Surakarta yang merupakan nama dari sebuah keraton ditetapkan menjadi nama resmi kota administratif.
Sehingga untuk nama resmi, penulisan yang benar adalah Kota Surakarta. Sedangkan, nama Solo atau Sala adalah penyebutan populer atau yang umum di masyarakat.
Baca Juga: Spanduk "Mataram is Red" Bertebaran Jelang Persis Solo vs PSIM Jogja, Gibran: Tadi Ada Sudah Dicopot
“Perbedaan istilah nggak mengubah substansi, ya tetap sama,” pungkas Prof. Warto.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.