JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menganggap bahwa kekerasan di tubuh kepolisian sudah menjadi kultur karena tak benar-benar diusut tuntas.
Hal itu disampaikan Kontraa menyusul aksi 'smackdown' yang dilakukan anggota Polresta Tangerang terhadapat mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (13/10/2021).
Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Arif Nur Fikri mengatakan, tidakan tersebut adalah cermin brutalisme anggota kepolisian dan jadi kultrul kekerasan di tubuh kepolisian yang dinormalisasi.
"Aksi kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian tersebut tentu mencerminkan brutalitas kepolisian dan bentuk penggunaan kekuatan secara berlebihan dalam penanganan aksi massa," terang Arif melalui keterangan tertulisnya, Kamis (14/10/2021).
Kontras menilai bahwa tindakan brutalitas aparat yang ditujukan terhadap massa aksi tidak terlepas dari kultur kekerasan yang langgeng di tubuh kepolisian.
Terlebih tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian dalam mengamankan aksi tidak pernah diusut secara tuntas dan berkeadilan.
"Hal tersebut akhirnya membuat tindakan serupa dinormalisasi sehingga terus terjadi keberulangan dan bertolak belakang dengan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan yang humanis," terangnya.
Kata Arif, sejatinya proses penggunaan kekuatan oleh pihak kepolisian dapat diperbolehkan. Hanya saja harus mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Di dalam Perkap tersebut, lanjut dia, penggunaan kekuatan oleh pihak kepolisian harus sesuai dengan prinsip-prinsip necesitas, legalitas, dan proporsionalitas, serta masuk akal (reasonable).
Baca Juga: Polisi Smackdown Mahasiswa, KontraS: 4 Aktor Ini Harus Diminta Pertanggungjawaban
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.