JAKARTA, KOMPAS.TV - Monumen Pancasila Sakti yang terletak di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, merupakan tempat bersejarah yang banyak menyimpan kenangan kelam akan peristiwa G30S/PKI.
Kenangan tersebut, hingga kini masih memberkas pada diri Saimi, pria pria paruh baya yang dulu ikut membangun monumen, yang menampilkan sosok tujuh pahlawan revolusi dalam posisi berdiri.
Dalam memori Saimin, masih tergambar jelas bagaimana suasana setiap harinya saat proses pembangunan Monumen Pancasila Sakti.
Saimi mengaku, dirinya dan para pekerja yang lain sering menangis dan melamun ketika mengingat kekejaman PKI di tempat mereka akan mendirikan monumen itu.
"Rata-rata yang bekerja kan seumuran saya, otomatis mereka tahu kejamnya (peristiwa G30S/PKI) itu seperti apa. Makanya saat lagi ngecor atau apa, pasti ada yang nangis," ungkap Saimi, dilansir dari Tribunnews.com, Rabu (29/9/2021).
Baca Juga: Profil Wawan Wanisar, Aktor Senior Pemeran Pierre Tendean di Film G30S/PKI yang Meninggal Dunia
Sempat dicurigai sebagai anggota PKI
Selain ingatan haru tersebut, Saimi juga tak lupa dengan momen ketika dirinya sempat dicurigai sebagai salah satu anggota PKI.
Waktu itu, saat masih berusia 19 tahun, lingkungan rumah Saimi yang tak sebarapa jauh dari lokasi penyiksaan tujuh pahlawan revolusi disantroni banyak kendaraan militer seperti tank.
Ketika baru pulang dari tempat kerja, Saimi dengan tas gemblok besarnya pun tak luput dari penggeledahan dan cecaran segala macam pertanyaan dari para tentara.
"Kamu Pemuda Rakyat (PKI)? Itu apa di tas kamu?," kata Saimi menirukan beberapa pertanyaan yang diterimanya kala itu.
Baca Juga: Profil 10 Pahlawan Revolusi yang Tewas Akibat G30S di Lubang Buaya Jakarta dan Yogyakarta
Akhirnya, Saimi pun bebas dari proses pemeriksaan karena memang tak ada barang bukti atau tanda-tanda yang menunjukan bahwa dirinya adalah salah satu anggota PKI.
Melihat kondisi masa itu, Saimi hanya bisa memaklumi apa yang dilakukan para tentara yang semata-mata demi menjaga keutuhan bangsa.
"Karena sudah terlalu banyak orang yang bergabung (dengan PKI), akhirnya saya ikut dicurigai. Namun, karena tak terbukti, saya dibebaskan," ujar Saimi.
Kini, 56 tahun selepas peristiwa itu, Saimi hanya bisa berharap supaya kondisi Indonesia tetap damai dan terhindar dari hal-hal yang dapat memecah belah bangsa.
Saimi tidak ingin, terjadi perseteruan yang berdarah lagi dI Indonesia, karena itu dapat meninggalkan luka yang begitu dalam dan merusak mental penduduknya.
Sumber : Tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.