JAKARTA, KOMPAS TV - Setiap setahun sekali, masyarakat di daerah Jatinom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah menyelenggarakan tradisi Saparan. Kegiatan itu biasanya dilaksanakan berbarengan dengan haul Ki Ageng Gribig.
Meski telah lama menghadap ke pangkuan Illahi, tapi ajaran dari seorang ulama besar dari Pulau Jawa itu masih teringat oleh umat Islam di Indonesia.
Menurut Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sosok Ki Ageng Gribig itu terkenal dengan ketulusannya dalam menyiarkan ajaran Islam di Pulau Jawa.
"Ki Ageng Gribig atau yang bernama asli Wasibagno Timur adalah ulama besar yang menyebarkan Islam di Desa Krajan, Jatinom, Klaten dan sekitarnya. Beliau juga dikenal masih keturunan dari Raja Majapahit, Brawijaya V," kata Airlangga saat acara Haul Ki Ageng Gribig seperti dikutip dari Antara, Jumat (24/9/2021).
Baca Juga: Ketua Umum Partai Golkar akan Hadiri Haul Ki Ageng Gribig
Airlangga mengatakan, ketokohan dari seorang Ki Ageng Gribig itu harus menjadi contoh dari setiap umat muslim di Indonesia.
Cucu dari Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit itu merupakan seorang alim ulama yang terkenal dermawan dan tak pernah pelit untuk membagikan ilmu serta harta yang dimilikinya.
"Saat hidup dia adalah menjadi amir tanah perdikan di Jatinom. Dia adalah penasihat spiritual Raja Mataram Sultan Agung. Atas jasanya Kiai Ageng Gribig dianugerahi putri adik sinuhun bernama Raden Ayu Mas sebagai istrinya," ujarnya dalam siaran persnya.
Selain itu, dia juga diberi kebebasan untuk memilih rumah yang akan ditempati bersama keluarganya.
Namun, karena sikap rendah hatinya yang selalu tertanam di dalam dirinya, akhirnya Ki Ageng Gribig memutuskan untuk tetap tinggal di Klaten.
"Hanya saja Ki Ageng Gribig memilih tinggal di Klaten untuk mengerjakan kerja dakwah. Ki Ageng Gribig berhasil menjadikan Jatinom pusat penyebaran Islam di Jawa," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini.
Menurut dia, Ki Ageng Gribig memiliki ciri khas dalam berdakwah dan hingga kini selalu dikenang oleh masyarakat di Klaten. Salah satu metodenya yaitu dengan membagikan kue dan sembari mengucapkan kalimat "Ya Qowiyyu" dan seterusnya, sebagai doa untuk meminta kekuatan kepada Allah.
Kemudian, kue itu dikenal dengan nama kue apem, saduran dari bahasa Arab, affan, yang memiliki makna dan filosofi sebagai permohonan ampunan kepada Allah.
Tradisi pembagian kue apem inilah yang kemudian secara rutin dilaksanakan Ki Ageng Gribig, dan kemudian dilanjutkan pula oleh para muridnya dan masyarakat Jatinom sampai sekarang.
Dari penyebutan kata 'Ya Qowiyyu"'ini pula, tradisi Saparan di Jatinom juga disebut masyarakat dengan nama tradisi 'Ya Qowiyyu'.
Peringatan Haul pada momen Saparan ini pula, kemudian pada perkembangannya sekaligus dilaksanakan beberapa rangkaian kegiatan seperti kirab budaya, lomba panahan, dan peringatan haul Ki Ageng Gribig.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.