JAKARTA, KOMPAS.TV - Risiko depresi di tengah pandemi tidak hanya rentan terjadi pada orang dewasa, ternyata juga rentan terjadi pada anak-anak.
Salah satunya, menurut Psikolog anak Seto Mulyadi atau akrab disapa Kak Seto penyebab depresi pada anak terjadi karena dipicu oleh cara mendidik dan mengajar orang tua yang terlalu menekan.
Padahal, belajar bukanlah kewajiban, melainkan hak anak.
Selain itu, Kak Seto juga menyebut apabila depresi pada anak didiamkan ternyata berpotensi terhadap kerentanan fisik anak terpapar infeksi virus Covid-19.
"Orangtua perlu sangat peduli dengan pengamatan yang sangat serius terhadap putra-putrinya. Kalau biasanya ceria, sinar matanya, wajahnya penuh senyuman tiba-tiba dia berubah redup hanya diam saja, kadang melakukan perilaku aneh, tengah malam teriak-teriak atau tidak mau makan, mengunci diri di kamar dan sebagainya maka itu salah satu tanda depresi," kata Kak Seto dalam konferensi pers virtual, Kamis (9/9/2021).
Baca Juga: Tips agar Anak Cepat Bisa Membaca Selama Pembelajaran Jarak Jauh
Oleh karena itu, Kak Seto mengimbau kepada orang tua untuk lebih memperhatikan anak di masa pandemi.
Jika anak terlihat mengalami perubahan perilaku, orang tua diminta untuk tidak semakin menekan dengan tuntutan belajar. Sebab, pada dasarnya anak-anak senang belajar.
Namun jika prosesnya ditekan dengan cara dimarahi atau dibentak, justru tinggi risiko anak untuk mengalami depresi dan perubahan perilaku.
"Bukan wajib belajar tetapi hak belajar karena semua anak senang belajar. Dari kecil belajar tengkurap, duduk, berjalan, belajar berbicara. Itu kan tidak ada yang dibentak-bentak. Semua senang belajar," jelas Kak Seto.
Kak Seto yang sekaligus sebagai Kepala Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) juga menyebut apabila orang tua terus memaksa anak dalam belajar dan menggunakan kekerasan.
Maka menurutnya hal itu dapat disebut sebagai kekerasan terhadap anak atas na pendidikan.
Baca Juga: Perusak Masjid Ahmadiyah Anak-Anak, Dosen Agama Islam UI: Islam Melarang Ajarkan Anak Kekerasan
"Kalau orangtua memaksakan target-target kurikulum kepada putra-putrinya dengan cara kekerasan, maka tanpa disadari ini adalah kekerasan terhadap anak atas nama pendidikan," pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.