JAKARTA, KOMPAS.TV- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan, dari segi pidana kasus kematian Munir kadaluwarsa pada tahun 2022.
Atas dasar itu, Komnas HAM mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menindaklanjuti rekomendasi Tim Pencari Fakta tahun 2005 yang hingga saat ini belum dilaksanakan.
“Di dalam laporan TPF jadi ada beberapa data terduga pelaku atau pun pihak-pihak terkait yang belum diproses secara pidana oleh polisi,” kata Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga di KOMPAS TV, Rabu (8/9/2021).
“Sebagian sudah inkrah, nah dari hal itu merekomendasi kepada presiden untuk segera menindaklanjuti rekomendasi TPF secara tuntas jadi lebih menyeluruh.”
Sementara itu, Mantan Anggota TPF Kematian Munir, Usman Hamid, menuturkan sejumlah nama yang ada dalam rekomendasi TPF penting untuk diinvestigasi lebih jauh. Karena saat itu, penyelidikan dan penyidikan di kepolisian saat itu belum tuntas.
Baca Juga: Kasus Munir, Komnas HAM Dorong Percepatan Penyelidikan Terduga Lain yang Belum Diproses Hukum
“Kami sendiri bekerja tiga bulan dengan keterbatasan, tidak ada biaya, admnistrasi dan seterusnya. Lalu ketika diperpanjang pun juga sumber daya yang terbatas itu tetap menjadi kendala,” ujar Usman Hamid.
Kalau saja, lanjut Usman Hamid, Presiden ketika itu menindaklanjuti laporan TPF dengan rekomendasi pertama. Yakni melanjutkan tim pencari fakta dengan ivestigasi yang independen.
“Kenapa ada perbedaan investigasi dengan pencarian fakta, investigasi ini leih punya kewenangan hukum yang bersifat pro justicia,” ujar Usman Hamid.
“Sehingga ketika sejumlah pejabat tinggi atau mantan pejabat tinggi Badan Intelijen Negara itu mangkir, tentu dapat diupayakan pemanggilan secara paksa.”
Baca Juga: 17 Tahun Berlalu, Kasus Pembunuhan Munir Tak Kunjung Ditetapkan sebagai Pelanggaran HAM Berat
Ditambah lagi dalam kasus ini, lanjut Usman Hamid, majelis hakim mengatakan secara eksplisit Mantan Dirut PT Garuda Indonesia Indra Setiawan Indra dan Pilot Pollycarpus tidak bekerja sendiri.
“Dengan kata lain, mereka tidak memiliki motif untuk membunuh Munir, untuk apa seorang Dirut Garuda membunuh aktivis,” kata Usman Hamid.
“Nah, majelis hakim meyakini bahwa mereka digerakkan oleh suatu operasi intelijen. Majelis hakim eksplisit menyebutkan itu dalam putusannya. Dan itulah yang kemudian ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dengan menuntut Deputi V BIN ketika itu di pengadilan.”
Sayangnya, kata Usman, fakta dan bukti yang cukup kuat di persidangan untuk Deputi V BIN ketika itu diputus hakim dengan membebaskan terdakwa.
“Salah satunya karena memang banyak sekali saksi yang ketika itu mencabut keterangannya,” ujar Usman Hamid.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.