JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap data bahwa tingkat kepatuhan pengajuan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) Anggota DPR, hanya 58 persen. Menurut Ketua KPK Firly Bahuri, data itu berdasarkan update per 6 September 2021.
Rendahnya kepatuhan anggota DPR ini ditanggapi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang menyebut rendahnya kepatuhan LHKPN DPR, bukan cerita baru. Setiap tahun publik mempertanyakan tingkat kepatuhan yang rendah, stagnan dan bahkan cenderung memburuk.
“Kalau DPR patuh LHKPN, itu baru berita luar biasa yang bisa jadi topik seminar,” ujarnya, saat menjadi pemateri dalam webinar “Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu dan Akurat” yang diselenggarakan oleh KPK, Selasa (7/9/2021).
Lucius mengatakan, permasalahan rendahnya kepatuhan LHKPN DPR, bukan masalah teknis pengisian formulir semata. Karena terjadi hampir setiap tahun, maka Lucius menyimpulkan, permasalahan di DPR adalah rendahnya kesadaran para wakil rakyat.
Baca Juga: Alasan Anggota DPRD DKI Jakarta Enggan Serahkan LHKPN: Gaji Selalu Habis, Jadi Aset Tak Bertambah
Hal ini sungguh disayangkan. Sebab, pengisian LHKPN sesungguhnya merupakan langkah sederhana dalam misi besar Bangsa Indonesia untuk memberantas korupsi.
“Untuk urusan paling sederhana dalam menunjukkan komitmen kita terkait pemberantasan korupsi yaitu melaporkan LHKPN menjadi sulit, saya kira percuma juga pembicaraan kita soal pemberantasan korupsi itu,” kata Lucius Karus.
Dia mengatakan, pengisian formulir LHKPN sebenarnya merupakan langkah sederhana bagi anggota DPR untuk menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi. Kendati mulut berbusa-busa berbicara soal ide dan gagasan pemberantasan korupsi, namun jika enggan mengisi LHKPN, maka komitmen pun menjadi pertanyaan.
Baca Juga: 239 Anggota DPR RI Belum Melaporkan Harta Kekayaan ke KPK
“Bagaimana kita bisa berbicara soal mimpi besar pemberantasan korupsi kalau untuk hal yang paling sederhana saja, anggota DPR atau para pejabat tidak bisa menunjukkan,” paparnya.
Dia mengatakan, kesadaran untuk sukarela mengisi LHKPN merupakan hal yang penting, tanpa harus dipaksa oleh aturan atau berbagai sanksi.
Sebab, sanksi pun memang seharusnya tidak diperlukan untuk memaksa anggota DPR menaati pelaporan LHKPN. Pemberian sanksi, tekannya, justru bakal mengecilkan status seorang anggota DPR sebagai wakil rakyat.
Baca Juga: KPK : 95 Persen Laporan Kekayaan Pejabat Tak Akurat
“Kalau ada sanksi, maka membuat predikat anggota DPR sebagai orang-orang terhormat, terdegradasi,” imbuh Lucius.
Politikus-politikus di DPR, kata Lucius, adalah orang-orang yang secara kepemimpinan melebihi orang lainnya. Mereka dipercayai oleh rakyat sehingga menang pemilu.
Dengan kepemimpinan tersebut, tentu publik berharap, mereka memiliki kesadaran mengisi LHKPN tanpa perlu dipaksa dengan ancaman sanksi.
Bahkan seharusnya, anggota DPR tidak perlu diajari lagi soal pentingnya LHKPN.
“Semua anggota DPR pasti paham tujuan LHKPN. Tapi, yang penting (adalah) kesadarannya,” pungkasnya menandaskan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.