JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari ini 17 tahun silam tepatnya pada 7 September 2004, pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib dibunuh di pesawat Garuda Indonesia tujuan Belanda, dengan nomor penerbangan GA 974.
Kendati telah berlalu belasan tahun, penanganan kasus pembunuhan itu masih berhenti pada penjatuhan hukuman terhadap aktor di lapangan.
Aktor intelektualnya ternyata belum pernah terjamah.
Bahkan, setahun lagi penuntutan kasus pembunuhan Munir akan kedaluwarsa. Ini lantaran perkara itu hanya dianggap sebagai pembunuhan berencana biasa.
Berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) angka 4 KUHP, hak penuntutan perkara dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup dianggap gugur karena kedaluwarsa setelah 18 tahun.
Baca Juga: Menolak Lupa, Hari Ini 17 Tahun Lalu Munir Diracun di Udara
Keengganan pemerintah menyelesaikan kasus Munir semakin nampak setelah Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) juga urung menunjukkan langkah yang konkrit dan signifikan.
Komnas HAM tak kunjung menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM yang berat.
Penegakan hukum dalam kasus pembunuhan Munir harus ditinjau secara lebih luas, sebab diduga ada campur tangan negara di dalamnya.
Melansir dari keterangan Kontras, fakta yang terungkap dalam persidangan yang mengadili aktor lapangan ialah, "adanya keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) dan aktor-aktor negara lainnya dalam merencanakan dan melaksanakan pembunuhan terhadap Munir," terang Kontras dikutip pada Selasa (7/9/2021).
Dari itu, kata Kontras, kasus pembunuhan Munir dapat digolongkan sebagai pelanggaran HAM yang berat.
Terlebih, bila menilik Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dalam Pasal 9, yang pada intinya menyebutkan bahwa pelanggaran HAM yang berat dilakukan sebagai bagian dari serangan yang sistemik ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.