YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Pemberian vaksin booster Covid-19 atau dosis ketiga ramai diperbincangkan khalayak. Pakar virologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Mohamad Saifudin Hakim pun angkat bicara.
“Masyarakat umum belum perlu vaksin booster,” ujarnya, Jumat (3/9/2021).
Meskipun demikian, ia tidak menampik jika vaksin dosis ketiga ini bisa diberikan secara terbatas kepada tenaga kesehatan (nakes).
Ia menilai nakes perlu mendapat vaksin booster karena pekerjaan mereka yang berada di garda depan penanganan Covid-19, berisiko besar terpapar virus corona.
Ketimbang meributkan vaksin booster, menurut Saifudin, yang terpenting saat ini justru meningkatkan angka cakupan vaksinasi nasional.
Sebab, hingga kini masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan vaksin Covid-19.
Baca Juga: Brasil Mulai Berikan Vaksin Booster Pada Warga Lanjut Usia
Saifudin menambahkan, saat ini masyarakat umum yang sudah mendapatkan vaksin hingga dosis kedua masih sedikit, yaitu sekitar 18 persen.
“Jadi sebaiknya mengejar cakupan vaksin dulu bagi mereka yang belum divaksin, terutama kelompok lansia yang berisiko tinggi,” ucapnya.
Terlebih, pemberian vaksin booster juga belum masuk dalam rekomendasi WHO. Bahkan belum lama ini, WHO meminta agar negara-negara mempertimbangkan kembali urgensi pemberian vaksin booster Covid-19.
Secara imunulogi, Saidudin memaparkan pemberian vaksin booster memang bermanfaat untuk meningkatkan imunitas tubuh yang diperoleh dari dua dosis vaksin sebelumnya.
Vaksin booster yang diberikan akan melatih kembali sel-sel memori penghasil antibodi tubuh yang dihasilkan dari dua dosis vaksin sebelumnya. Daya ikat antibodi juga menjadi lebih baik terhadap virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.
Kendati demikian, ia menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebelum pemberian vaksin booster. Pertama, terkait penurunan level imunitas yang hingga kini belum jelas bagaimana imunitas setelah pemberian vaksin sebelumnya bertahan.
“Apakah terjadi penurunan atau tidak. Jika benar terjadi penurunan maka pemberian booster bisa dipertimbangkan,” tuturnya.
Baca Juga: Uni Eropa Masih Fokus Pada Vaksin Pertama dan Kedua, Bukan Suntikan Booster
Kedua, efektivitas vaksin. Data yang ada saat ini, kata Saifudin, belum cukup untuk memastikan apakah terdapat penurunan efektivitas vaksin untuk mencegah gejala berat Covid-19 pada sekian bulan setelah dosis kedua dan angka kejadian Covid-19 pada mereka yang sudah mendapatkan vaksinasi dua dosis.
Ketiga, pasokan vaksin secara global dan nasional. Kebijakan pemberian vaksin booster, menurut Saifudin, perlu mempertimbangkan ketersediaan vaksin secara global maupun nasional di suatu negara.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.