JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait sejumlah narapidana tindak pidana korupsi yang mendapatkan remisi.
Lembaga Antikorupsi ini tidak mempermasalahkan hal tersebut dan menilai bahwa remisi merupakan hak narapidana.
"Remisi merupakan hak seorang narapidana untuk mendapat pengurangan pidana, namun tentu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/8/2021).
KPK, kata dia, bukan instansi yang memberikan remisi ke narapidana kasus korupsi. Ranah Lembaga Antirasuah dalam menangani perkara korupsi yakni menyelidik, menyidik, dan menuntutnya sesuai fakta, analisis, dan pertimbangan hukumnya,
Lebih lanjut dia menjelaskan, korupsi merupakan extraordinary crime yang memberi imbas buruk pada segala aspek, termasuk dapat merugikan keuangan maupun perekonomian negara.
"Sehingga selain hukuman pidana pokok, KPK juga fokus pada optimalisasi asset recovery sebagai upaya pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi yang dinikmati para koruptor," imbuhnya.
Sebagai informasi, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) memberikan remisi umum kepada 214 narapidana tindak pidana korupsi dalam rangka HUT RI ke-76.
Baca Juga: Pemberian Remisi Koruptor Dinilai Sah-Sah Saja untuk Keadilan Hukum
Pemberian remisi tersebut sesuai dengan Pasal 14 Ayat 1 Huruf (i) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa narapidana berhak mendapatkan korupsi.
Meski demikian terdapat syarat yang harus dipenuhi agar para narapidana korupsi bisa mendapatkan remisi.
Berdasarkan aturan dan Pasal 14 Ayat 1 huruf i UU tentang Pemasyarakatan, ada dua kategori koruptor yang mendapatkan remisi, yakni diberikan berdasarkan PP 28/2006 Pasal 34 ayat 3 di mana mereka memenuhi persyaratan berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa pidana.
Serta berdasarkan berdasarkan PP 99/2012 Pasal 34A ayat 1 narapidana tindak pidana korupsi mendapatkan remisi umum setelah memenuhi dua syarat.
Pertama, bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang telah dilakukannya, dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.
Baca Juga: Djoko Tjandra Terima Remisi Dua Bulan, Kemenkumham Beri Alasan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.