"Tidak ada jaminan bahwa amandemen UUD NRI 1945 tidak akan melebar kemana-mana," sambungnya.
Selain itu, Syarief juga mengaku mendapatkan masukan dari para akademisi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia bahwa banyak masukan yang menyatakan PPHN belum perlu dihadirkan saat ini.
Amandemen tak diperlukan, lanjut dia, karena Indonesia sudah memiliki RPJPN yang memuat rancangan pembangunan yang berkelanjutan.
RPJPN yang dikukuhkan dalam UU Nomor 17/2007 sudah cukup menjadi landasan untuk pembangunan yang berkelanjutan.
"Kita hanya perlu melakukan penguatan sehingga RPJPN tersebut dilaksanakan konsisten dan berkesinambungan pada setiap era kepemimpinan," katanya.
Baca Juga: Demokrat Tak Setuju Pembahasan Amandemen UUD 1945 di Tengah Pandemi Covid-19
Pada akhir keterangannya, Syarief menegaskan bahwa pimpinan MPR akan melibatkan seluruh masyarakat untuk memberikan kritikan, masukan, dan saran dalam pembahasan berbagai isu strategis ketatanegaraan Indonesia.
Sisi lain, tambah Syarief, pemerintah saat ini sedang fokus pada penanganan pandemi Covid-19 yang menjadi masalah utama di berbagai lini kehidupan rakyat sehingga tidak boleh terbagi fokusnya.
Dia menilai pemerintah lebih baik fokus melakukan pemulihan ekonomi nasional, dan keselamatan serta kesehatan rakyat harus menjadi prioritas utama.
Untuk diketahui, pada masa pemerintahan Orde Baru, presiden merupakan mandataris MPR (lembaga tertinggi negara), yang menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara yang ditetapkan MPR.
Sesudah pemerintahan Orde Baru selesai seiring reformasi pada 1998, maka GBHN itu berubah dan MPR di kemudian hari bukanlah lembaga tertinggi negara yang menetapkan GBHN.
Dan tidak memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan mandataris.
Baca Juga: Sowan ke Jokowi, Bamsoet Pastikan Amandemen UUD 1945 Tak Melebar ke Penambahan Masa Jabatan Presiden
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.