JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) kompak mengajukan surat keberatan terhadap Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI terkait adanya dugaan penyimpangan prosedur proses peralihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
LAHP tersebut disampaikan ke publik pada 21 Juli 2021 dan selanjutnya pada 6 Agustus 2021, KPK menyampaikan surat keberatan ke Ombudsman.
"Mengingat tindakan korektif yang harus dilakukan oleh terlapor didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampaui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis, oleh karena itu kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," kata Ghufron dalam konferensi pers pada 6 Agustus 2021.
Menurut Ghufron, Ombudsman dianggap tidak berhak untuk menilai rekrutmen pegawai suatu lembaga yang dinilai sebagai urusan internal lembaga tersebut, sementara kewenangan Ombudsman adalah mengurus pelayanan publik atau jasa dari lembaga publik tersebut.
Baca juga: Ombudsman Tanggapi BKN: LAHP Soal TWK Pegawai KPK Bukan Dijawab dengan Dokumen, Tapi Dijalankan!
Lalu seminggu kemudian yaitu pada 13 Agustus 2021, giliran Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang mengirimkan surat keberatan.
Wakil Ketua BKN, Supranawa Yusuf menyampaikan empat keberatan BKN terkait empat kesimpulan Ombdusman.
"Pertama, pelaksanaan rapat harmonisasi terakhir yang dihadiri oleh pimpinan kementerian dan lembaga yang seharusnya dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham. Nah atas pernyataan tersebut BKN menyatakan keberatan," ucap Supranawa.
Supranawa mendasarkan pada UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 13 ayat 5 yang menyatakan badan dan atau pejabat pemerintah yang memberikan delegasi dapat menggunakan sendiri delegasi tersebut.
Apa yang dilakukan Kepala BKN saat itu Bima Haria Wibisana dalam rapat harmonisasi sama sekali tidak menyalahi kewenangan dan prosedur.
Keberatan kedua adalah mengenai BKN tidak kompeten melaksanakan asesmen TWK karena pelaksanaan asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) telah sesuai dengan kewenangan BKN dalam melaksakan penilaian ASN sebagaimana pasal 48 huruf P UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN.
"Ketiga, pernyataan terkait nota kesepahaman dan kontrak swakelola antara KPK dan BKN. Tidak digunakannya nota kesepahaman dan kontrak swakelola tersebut karena anggarannya tidak jadi anggaran KPK maka itu adalah hal yang lazim, bisa dicek apakah ada proses penagihan nota," ungkap Supranawa.
Ia menjelaskan dengan tidak digunakannya nota dan kontrak swakelola, BKN menyatakan tidak ada pengaruh terhadap hasil TWK karena penilaian kompetensi ASN memang sesuai mandat BKN.
"Keempat mengenai Kepala BKN mengabaikan amanat presiden 17 Mei 2021, kami keberatan dengan dasar bahwa arahan presiden sudah ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi rapat tindak lanjut di BKN pada 25 Mei 2021," ujarnya.
Baca juga: BKN Nyatakan Keberatan Soal Laporan Ombudsman terkait TWK KPK
Hasil dari rapat 25 Mei 2021 tersebut adalah ada 24 dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus dapat diberikan pelatihan wawasan kebangsaan.
Supranawa mengaku bahwa pihak yang bisa menilai apakah telah terjadi pengabaian atau tidak adalah presiden sendiri selaku pemberi arahan dan pimpinan instansi yang menerima arahan.
"Bukan pihak lain, karena itu kami sangat keberatan atas pernyataan Ombudsman tersebut," kata Supranawa.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.