JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak untuk menjalankan tindakan korektif dalam laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman RI terkati pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan KPK keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI.
Nurul menegaskan KPK merupakan lembaga independen yang tidak tunduk kepada lembaga apapun.
Baca Juga: Firli Didesak Taat Hukum Laksanakan Tindakan Korektif Hasil Temuan Ombudsman soal TWK
KPK tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga yang independen. Sikap tersebut diambil berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
“Atasan KPK sebagaimana UU KPK adalah lembaga yang dalam menjalankan tugasnya tidak tunduk kepada institusi apapun, tidak kemudian terintervensi oleh kekuasaan apapun," ujar Ghufron, Kamis (5/8/2021).
Ghufron menambahkan urusan kepegawaian merupakan ranah internal yang bukan urusan dari Ombudsman.
Menurut Ghufron tugas dan fungsi Ombudsman memberikan komplain dari publik yang diberikan oleh penyelenggara negara, termasuk KPK.
Baca Juga: Ombudsman Tanggapi BKN: LAHP Soal TWK Pegawai KPK Bukan Dijawab dengan Dokumen, Tapi Dijalankan!
Namun bentuk layanan publik yang diberikan KPK, yakni , menerima laporan, pengaduan, mentersangkakan seseorang, mendakwa seseorang hingga melaksanakan putusan pengadilan.
Ghufron menegaskan untuk permasalahan kepegawaian di KPK, harusnya dilakukan melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kalau mereka yang mengadu, yang dilayani oleh KPK tidak puas, dianggap ada malaadministrasi silakan adukan ke Ombudsman, tapi kalau ada urusan mutasi, urusan kepegawaian, itu adalah urusan internal," ujar Ghufron.
Baca Juga: Tindakan Korektif Ombudsman: 75 Pegawai KPK yang Tidak Lolos TWK Harus Jadi ASN
Adapun KPK menyatakan 13 poin keberatan tindakan korektif dalam laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman RI terkati pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Berikut 13 poin keberatan yang disampaikan KPK:
- Pokok perkara yang diperiksa Ombudsman RI merupakan pengujian keabsahan formil pembentukan Perkom KPK No 1 Tahun 2020 yang merupakan kompetensi absolute Mahkamah Agung dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan;
- Ombudsman RI melanggar kewajiban hukum untuk menolak laporan atau menghentikan pemeriksaan atas laporan yang diketahui sedang dalam pemeriksaan pengadilan;
- Legal Standing pelapor bukan masyarakat penerima layanan public KPK sebagai pihak yang berhak melapor dalam pemeriksaan Ombudsman RI;
- Pokok perkara pembuatan peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan TWK dan penetapan hasil TWK yang diperiksa oleh Ombudsman RI bukan perkara pelayanan publik.
- Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan ada penyisipan materi TWK dalam tahapan pembentukan kebijakan tidak didasarkan bahkan bertentangan dengan dokumen, keterangan saksi, dan pendapat ahli dalam LHAP;
- Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan “pelaksanaan rapat harmonisasi tersebut dihadiri pimpinan Kementerian/Lembaga yang seharusnya dikoordinasikan dan dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan. Penyalahgunaan wewenang terjadi dalam penandatangan Berita Acara Pengharmonisasian yang dilakukan oleh pihak yang tidak hadir pada rapat harmonisasi tersebut;
- Fakta hukum Rapat Koordinasi Harmonisasi yang dihadiri atasannya yang dinyatakan sebagai maladministrasi, dilakukan juga oleh Ombudsman RI dalam pemeriksaan;
- Pendapat Ombudsman Rl yang menyatakan KPK tidak melakukan penyebarluasan informasi Rancangan Peraturan KPK melalui Portal Internal KPK bertentangan dengan bukti;
- Pendapat Ombudsman Rl berkaitan tentang “terdapat Nota Kesepahaman dan kontrak swakelola antara KPK dan BKN tentang tahapan pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak relevan karena tidak pernah digunakan dan tidak ada konsekwensi hukumnya dengan keabsahan TWK dan hasilnya.
- Pendapat Ombudsman Rl yang menyatakan telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan Asesmen TWK bertentangan dengan hukum dan bukti;
- Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan bahwa KPK tidak patut menerbitkan Surat Keputusan Ketua KPK Nomor 652 Tahun 2021 karena merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN tidak berdasar hukum;
- Pendapat Ombudsman Rl berkenaan dengan Berita Acara tanggal 25 Mei 2021, bahwa Menteri PANRB, Menteri Hukum dan HAM, Kepala BKN, 5 (lima) Pimpina KPK, Ketua KASN dan Kepala LAN telah melakukan pengabaian terhadap pernyataan Presiden tersebut dan telah melakukan tindakan maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang terhadap kepastian status dan hak untuk mendapatkan perlakukan yang adil dalam hubungan kerja tidak berdasar hukum;
- Tindakan korektif yang direkomendasikan Ombudsman RI tidak memiliki hubungan sebab akibat (causalitas verband) bahkan bertentangan dengan kesimpulan dan temuan LHAP.
"Berdasarkan kesimpulan tersebut dan mengingat tindakan korektif yang harus dilakukan oleh terlapor didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis, oleh karena itu kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," ujar Ghufron.