JAKARTA, KOMPAS.TV - Diksi 'statuta' jadi pembicaraan banyak orang.
Ia sering dicari menyusul kontroversi rangkap jabatan Rektor Uiversitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro sebagai wakil komisaris utama di Bank Rakyat Indonesia (BRI) meski akhirnya Ari Kuncoro memutuskan mundur dari posisi di bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Padahal di statuta UI sebelumnya melarang rektor merangkap jabatan di BUMN maupun BUMD.
Namun, dalam perjalanannya lewat peraturan pemerintah terjadi perubahan statuta tersebut sehingga melahirkan statuta baru UI yang memperbolehkan rektornya rangkap jabatan sebagai komisaris sebuah BUMN.
Dalam versi lama, aturan soal larangan rangkap jabatan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI, pasal 35 yang berbunyi:
Rektor dan wakil Rektor dilarang merangkap sebagai:
a. pejabat pada satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
b. pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah;
c. pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta;
d. anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik; dan/atau pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.
Sebaliknya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI, pengganti yang lama, Pasal 39 berbunyi:
Rektor dan wakil Rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai:
a. pejabat struktural pada perguruan tinggi lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
b. pejabat struktural pada instansi pemerintah pusat maupun daerah;
c. direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta; atau pengurus/ anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi secara langsung dengan partai politik.
Baca Juga: Kontroversi Rektor UI Jadi Komisaris BUMN
Lalu, apa sebenarnya definisi, makna dan cara menyusun statuta tersebut?
Defenisi statuta tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2014 tentang Pedoman Statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi.
Dalam Pasal 1 ayat 1 Permendikbud itu disebutkan, bahwa statuta adalah peraturan dasar pengelolaan suatu perguruan tinggi yang digunakan sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di perguruan tinggi yang bersangkutan.
Adapun pedomannya, tertuang dalam Pasal 2:
(1) Setiap perguruan tinggi wajib memiliki statuta sebagai peraturan dasar dalam pengelolaan dan penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi.
(2) Statuta perguruan tinggi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai kebutuhan dan pengembangan perguruan tinggi.
(3) Penyusunan statuta perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mengacu pada pedoman penyusunan statuta sebagaimana terlampir dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
(4) Statuta perguruan tinggi ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sementara penyusunan sebuah statuta perguruan tinggi berpedoman pada ketentuan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.
Statuta perguruan tinggi paling sedikit memuat:
a. ketentuan umum;
b. identitas;
c. penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi;
d. sistem pengelolaan;
e. sistem penjaminan mutu internal;
f. bentuk dan tata cara penetapan peraturan;
g. pendanaan dan kekayaan;
h. ketentuan peralihan; dan
i. ketentuan penutup.
Baca Juga: Akhiri Kontroversi, Rektor UI Ari Kuncoro Mengundurkan Diri dari Komisaris BRI
Namun belakangan, manajemen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI mengumumkan bahwa Ari Kuncoro mengundurkan diri dari jabatan Wakil Komisaris Utama / Komisaris Independen perusahaan tersebut.
Demikian disampaikan secara resmi dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia atau BEI. "Sehubungan dengan itu, perseroan akan menindaklanjuti sesuai ketentuan dan prosedur," seperti dikutip dari penjelasan BRI ke otoritas bursa, Kamis (22/7/2021).
Lewat keterangan tersebut, BRI menyatakan berkomitmen untuk terus menerapkan praktik tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) di seluruh lapisan.
Praktik ini diterapkan mulai dari top level management dalam hal ini Dewan Komisaris dan Direksi, hingga jajaran pekerja di seluruh Unit Kerja Perseroan.
Baca Juga: Soal Rangkap Jabatan Rektor UI, M Nasir: Komisaris Bukan Sebagai Eksekutorial..
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.