Selain itu, Rommy mengatakan, LSF kemudian tidak akan lagi menjadi tukang potong film setelah gerakan tersbut mulai digencarka pada tahun ini.
“Paradigma baru LSF bukan lagi menggunting film, tetapi berdialog dengan produser film," ujar Rommy.
Seperti menentukan batas usia penonton, mendiskusikan adegan yang perlu direvisi atau dihilangkan, sampai menemukan titik temu yang tidak mengganggu jalan cerita film tetapi juga tetap menjaga nilai-nilai budaya bangsa.
Sebab sebelumnya, narasumber lain yang juga merupakan dosen Komunikasi UMM, Nasrullah menyatakan film berada di antara tiga posisi strategis.
Baca Juga: Akun Instagram WatchDoc dan Twitter Film KPK EndGame Diretas, Dandhy Laksono: Panitia Nobar Diteror
Mulai dari, film sebagai industri yang tidak hanya melibatkan insan film di bidang produksi, tepai juga distribusi dan penayangannya.
Film juga merupakan media komunikasi massa, yang isi dan cara pembawaannya dapat dimaksudkan untuk propaganda hingga agitasi.
“Kekuatan film sangat dahsyat mempengaruhi khalayak, seperti film propaganda anti-vaksinasi di Amerika Serikat, yaitu Vaxxed,” kata Nasrullah.
Hingga, film pun bisa menjadi produk budaya yang penting, lantaran sebuah film tak jarang memuat lansekap peradaban yang memperlihatkan perkembangan suatu bangsa.
"Jika Korea dapat mengguncang dunia melalui Korean Wave, maka seharusnya Indonesia bisa menggerakkan anak-anak muda di belahan dunia lain untuk menggandrungi kuliner rendang, tarian pendet, kepulauan di Labuhan Bajo atau Raja Ampat,” tandasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.