JAKARTA, KOMPAS TV - Kementerian Pertahanan (Kemenhan) diminta untuk mengkaji ulang pendanaan alat utama sistem senjata (alutsista) yang mencapai Rp1.700 triliun. Dari perhitungan Kemenhan, sumber pembiayaan pembelian alutsista nantinya berasal dari pinjaman luar negeri.
Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon meminta Kemenhan untuk mengkaji ulang rencana pembelian alutsista dengan dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Pasalnya, ini sama saja seperti mewarisi utang terhadap generasi Indonesia 25 tahun mendatang.
"Pada kondisi dan keadaan TNI, kita sepakat poin kita sama, tetapi kita kan mau ngutang. Karena sebesar apapun itu pinjaman luar negeri yang dibebankan kepada rakyat sampai kita 25 tahun yang akan datang," ujarnya seperti dikutip dari situs dpr.go.id, Kamis (3/6/2021).
Menurutnya, peraturan presiden tidak cukup kuat untuk mengatur kebijakan tersebut. Ia menilai setidaknya dibutuhkan aturan setingkat undang-undang.
Baca Juga: Banyak Alutsista yang Sudah Tua, Prabowo Tegaskan Kebutuhan Mendesak Pembelian Alutsista
“Apakah Perpres saja kuat sebagai dasar hukum keputusan politik yang syarat dengan hal - hal kompleks dimana intinya adalah negara melalukan pinjaman luar negeri selama kurun waktu 28 tahun," katanya.
Politikus PDIP itu pun mengusulkan agar rencana pengadaan pemenuhan Alpalhankam diatur dalam peraturan setingkat perundang-undangan, bukan peraturan presiden.
"Kenapa nggak menjadi UU afirmatif action aja? Misalnya UU Desa atau UU Pendidikan. Dengan begitu, kita mengalokasikan sejumlah dana untuk pinjaman luar negeri," kata dia.
Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut akan menelusuri kebocoran rancangan peraturan Presiden soal pembelian alutsista.
Dahnil menyebut dokumen yang masih dalam tahap pembahasan, pendalaman dan pengkajian itu tak semestinya beredar ke publik karena bersifat rahasia.
“Dokumentasi tersebut adalah dokumen rahasia yang sedang dalam proses pembahasan dan tidak elok kemudian jadi konsumsi publik yg menyebabkan multitafsir,” ujar Dahnil.
Narasi terkait rancangan Perpres pun dinilai sudah dibumbui dengan motif politik dan penuh dengan muatan kecemburuan politik.
Kementerian pertahanan selanjutnya akan menelusuri pihak yang bertanggung jawab dalam menerbarkan informasi yang berujung multitafsir di publik.
Baca Juga: DPR Sebut Belum Ada Kepastian Pembelian Alutsista
“Kami tentu akan dalami siapa yang bertanggung jawab serta penambahan narasi yg tidak patut terkait dengan dokumen peraturan Presiden bacaan tersebut yang masih dalam tahap pembahasan, pendalaman dan kajian bersama dengan para pihak,” ujar Dahnil.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.