JAKARTA, KOMPAS.TV – Bulan Ramadan dan hari Idulfitri telah berlalu, kini umat Muslim masih bisa mendulang pahala dari ibadah sunah puasa Syawal yang dilakukan selama 6 hari di bulan Syawal.
Puasa Syawal memiliki keistimewaan tersendiri bagi umat Muslim. Hal ini karena pahala yang didapatkan dari puasa Syawal sangat besar, yakni seperti berpuasa selama satu tahun penuh.
“Barangsiapa yang telah menunaikan puasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari selama bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti orang berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim).
Baca Juga: Memaknai Idulfitri di Tengah Pandemi Covid-19
Dengan ganjaran pahala yang bergitu besar, bolehkan menggabungkan puasa Syawal dengan puasa untuk mengganti utang puasa Ramadan?
Mengutip Lembaga Fatwa Mesir dari Kompas.com, ulama Mesir Dr. Ali Jumah Muhammad menuturkan bahwa ulama fiqih membolehkan untuk menggabungkan utang puasa dengan puasa sunah lainnya. Namun, niat yang dilakukan adalah niat mengganti utang puasa.
Bagi perempuan yang memiliki utang puasa Ramadan lantaran uzur atau karena suatu hal, dapat menggantinya bersamaan dengan puasa Syawal.
Baca Juga: Ucapan Idulfitri dari Mensos Tri Rismaharini
Mereka yang menggabungkan puasa Syawal dengan puasa untuk mengganti utang puasa Ramadan tetap akan mendapat pahala kesunahan puasa Syawal.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam as-Suyuti dalam al-Asybah wa an-Nadhairi.
“Jika seseorang mengganti puasa Ramadhan, puasa nazar, atau puasa kafarat pada bulan Arafah dan menggabungkannya dengan niat puasa Arafah, maka al-Barizi berfatwa bahwa hal itu sah dan dia mendapatkan pahala keduanya.”
Meski dibolehkan, ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj berpendapat bahwa mereka hanya mendapatkan pahala kesunahan dari puasa enam hari Syawal, bukan pahala utama yang sempurna, yakni pahala puasa setahun penuh.
Baca Juga: Ribuan Rakyat Palestina Gelar Salat Id di Kompleks Masjid Al-Aqsa, Israel-Palestina Belum Mau Damai
"Jika seseorang mengganti (qadla) puasa Ramadhan, nazar, atau lain sebagainya, pada bulan Syawal atau Asyura maka ia mendapatkan pahala keduanya. Hal itu sesuai dengan fatwa al-Walid, mengikuti fatwa al-Barizi, al-Ashfuni, an-Nasyiri, Ali bin Shalih al-Hadhrami, dan lain-lain. Tapi, ia tidak mendapatkan pahala secara sempurna."
Wallahua’lam.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.