“Pertanyaan seperti ini adalah pertanyaan yang bernuansa seksis karena didasari oleh anggapan yang menempatkan perempuan sebatas pada fungsi dan peran organ reproduksinya dan sangat menghakimi privasi dari pegawai KPK tersebut,” ujarnya.
Baca Juga: Pakar Hukum Sebut Pemerintahan Presiden Jokowi Tak Bisa Selamatkan KPK
“Pertanyaan dan pernyataan yang seksis ini juga menunjukkan buruknya perspektif gender dari aparatur negara,” lanjutnya.
Dalam pengusutan yang dilakukan, Prilly mengatakan ada juga pertanyaan terkait kehidupan menjalankan ajaran agama atau seputar beragama. Padahal, agama merupakan hak setiap warga negara dan privasi seseorang yang seharusnya tidak menjadi pertanyaan dalam seleksi pekerjaan.
“Seharusnya seleksi pekerjaan bersifat profesional dan sebisa mungkin terbebas dari berbagai bias pribadi si pewawancara, salah satunya bias agama,” ujarnya.
“Pertanyaan seperti 'Islamnya Islam apa?' dan 'Bagaimana kalau anaknya nikah beda agama?' tidak ada kaitannya dengan tujuan tes maupun pada kinerja dan tanggung jawab kerja,” lanjutnya.
Tak hanya itu, Prilly mengatakan tes ini juga diisi dengan pernyataan rasis. Yakni, meminta para pegawai KPK menyampaikan pendapatnya untuk pernyataan seperti "Semua orang China sama saja" atau "Semua orang Jepang kejam".
Baca Juga: Setelah Putusan MK, Penyidik KPK Tidak Lagi Izin ke Dewas Soal Penyadapan
“Sulit membayangkan penilaian yang dilakukan berdasarkan pertanyaan dari tes seperti ini. Apalagi pilihannya hanya dipaksa untuk menjawab sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, atau sangat tidak setuju,” kata Prilly.
“Koruptor bisa datang dari semua ras tanpa terkecuali karena orang bertindak korup bukan karena rasnya,” tutup Prilly.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.