JAKARTA, KOMPAS.TV - Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) mencatat hak-hak digital masyarakat Indonesia sepanjang 2020 tak terpenuhi. Bahkan, kondisinya makin memburuk karena Indonesia makin mendekati otoritarianisme digital.
Direktur Eksekutif Safenet Damar Juniarto mengatakan, laporan berkala mereka mencatat tren pemenuhan hak-hak digital masyarakat yang makin memburuk.
Kasus pemidanaan pasal karet UU ITE, serangan-serangan digital, dan diskriminasi akses internet memperburuk kondisi itu. Kondisi dunia digital Indonesia bahkan memburuk sejak 2018 dan 2019.
Baca Juga: Urgensi RUU PKS untuk Pemulihan Korban - Darurat Kekerasan Terhadap Perempuan - BERKAS KOMPAS (3)
“Laporan selama 3 tahun ini menunjukan situasi hak-hak digital di Indonesia kian memburuk. Mulai dari status waspada pada tahun 2018, lalu siaga satu di tahun 2019,” tulis Damar dalam keterangan resmi, Rabu (21/4/2021)
“Dan kita semakin mendekati otoritarianisme digital karena pada tahun 2020 meningkat statusnya menjadi siaga dua,” imbuh Damar.
Di tengah pandemi Covid-19, hak-hak digital warga Indonesia tak terpenuhi. Ada masalah kesenjangan akses internet dan kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat.
“Safenet juga mencatat diskriminasi terhadap warga di Papua dan para pengungsi yang tidak mendapatkan akses internet karena tidak bisa membeli kartu SIM,” beber Damar.
Situasi hak-hak digital yang memburuk ini juga terkait kasus-kasus kriminalisasi pengguna internet yang makin marak.
Nenden Sekar Arum, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Safenet menyebut ada 84 kasus pemidanaan terhadap warga sepanjang 2020. Angka ini meningkat tajam dari jumlah kasus pada 2019, yaitu 24 kasus.
“Yang paling banyak (digunakan untuk memidanakan) adalah pasal 28 Ayat 2 dan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE, tetapi ada juga penggnaan pasal lain seperti Pasal 14, 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 28 Ayat 1 UU ITE tentang kabar bohong,” terang Nenden.
Baca Juga: RUU PDP: Pelanggaran Penggunaan Data Pribadi Harus Didenda Mahal
Ia mengungkapkan, kelompok masyarakat yang paling rentan menjadi korban kriminalisasi UU ITE adalah konsumen hingga buruh.
“Konsumen, aktivis, buruh, pelajar dan mahasiswa merupakan kalangan yang banyak dikriminalisasi dengan pasal karet UU ITE,” kata Nenden.
Di sisi lain, Tim Reaksi Cepat (TRACE) Safenet juga memantau berbagai serangan digital yang menyasar masyarakat awam.
Abul Hasan Banimal, Kepala Divisi Keamanan Digital Safenet mengatakan, terjadi peningkatan drastis laporan serangan digital dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
KBGO bisa berupa pengiriman gambar seksual yang tak diinginkan, penyebaran identitas korban (doxing) peretasan (hacking), hingga ancaman.
“Safenet mencatat ada 147 serangan digital yang dilaporkan, dan KBGO melonjak drastis hingga sepuluh kali lipat atau sejumlah 620 insiden,” ucap Hasan.
Baca Juga: Awas! Mabes Polri Melalui Virtual Police Tegur 200 Akun Media Sosial, Berpotensi Langgar UU ITE
Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES juga mendapati temuan serupa.
Direktur LP3ES Wijayanto mengatakan, pemerintah lebih fokus melayani kepentingan para elit ekonomi dan politik daripada kepentingan rakyat.
“Nyawa warga tidak dianggap penting, lebih banyak kepentingan ekonomi elit yang dipentingkan (pemerintah) dan ini menimbulkan kemunduran demokrasi,” tegas Wijayanto, dilansir dari Kompas.com.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.