JAKARTA, KOMPAS.TV - Memasuki tahun kedua pandemi Covid-19 yang bertepatan dengan bulan puasa, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengajak masyarakat memaksimalkan ibadah di rumah.
"Tarawih, tadarus, dan berbuka sebaiknya di rumah. Kalau memang hendak beribadah di masjid atau mushala harus mematuhi protokol kesehatan. Kita harus saling menjaga," pesan Mu'ti saat diwawancara KOMPAS.TV, Jumat (16/4/2021).
Wakil Sekretaris Agama Kontra Terorisme dan Sekretaris Dewan Nasional Intelektual Muslim Indonesia ini juga berpesan kepada masyarakat agar tidak mudik terlebih dahulu dan bergotong royong mengatasi pandemi.
"Kita perlu bergotong royong mengatasi pandemi Covid-19 dan berbagai dampak yang ditimbulkan. Ini tugas dan tanggung jawab bersama, tidak hanya kewajiban Pemerintah," katanya.
Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini memahami mudik adalah tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari puasa.
Ia mengalami sendiri bagaimana mudik menjadi pengalaman tak terlupakan bersama keluarga.
Baca Juga: Kenangan Ramadan Sekum Muhammadiyah Abdul Mu'ti , Puasa di Negeri Orang dan Kopiah dari sang Ayah
Ia pernah terjebak dalam kemecetan exit tol Brebes atau disebut "brexit". Nama yang sama dengan saat di Inggris sedang ada kisruh politik Brexit.
Tidak main-main, perjalanan mudik ke Kudus memakan waktu hingga dua hari. Bahkan, harga 1 (satu) liter bensin premium kala itu dijual lebih dari Rp50.000.
"Saya sempat sahur hari terakhir di sebuah SPBU di Tegal. Karena kelelahan, saya tidur di SPBU beralas kertas kardus," kenangnya.
Namun, tradisi mudik harus terhenti sejak 2020 kala pandemi Covid-19 menyerang. Mengikuti anjuran pemerintah, Mu'ti dan keluarganya memilih untuk salat Idul Fitri di rumah.
Baca Juga: Mudik dan Sungkeman, Tradisi Ratusan Tahun yang Kini Terhenti Karena Pandemi
"Ini baru pertama kali. Biasanya saya dan keluarga selalu salat Idul Fitri di lapangan. Baru pertama kali, saya dan keluarga halal bi halal via zoom. Asyik juga," kata Mu'ti yang tinggal di Jakarta sejak 2002.
Meskipun begitu, Mu'ti mengakui bahwa banyak suasana budaya halal bi halal yang hilang.
"Tidak bisa makan bersama ibunda di kampung dan berbagi amplop untuk anak-anak serta family. Ada banyak keceriaan anak-anak yang hilang. Tapi bersyukur, kita tetap bisa halal bi halal virtual," kata Mu'ti.
Baca Juga: Ketika Perang Jawa Berakhir di Bulan Ramadan dan Pangeran Diponegoro Ditangkap
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.