JAKARTA, KOMPAS.TV- Kontroversi keberadaan Vaksin Nusantara terus berlanjut.
Bahkan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan, pihaknya tak akan mengomentari lagi vaksin dendrintik atau Vaksin Nusantara yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tersebut.
Menurut Penny, penilaian BPOM terhadap vaksin tersebut sudah sesuai standar yang berlaku dalam pengembangan vaksin yaitu aspek Good Laboratory Practice (GLP) dan Good Manufacturing Practice (GMP).
Tim peneliti dari Vaksin Nusantara pun harus memperbaiki uji klinik fase I yang telah disampaikan BPOM apabila ingin melanjutkan uji klinik fase II.
Baca Juga: Bakal Jadi Relawan Vaksin Nusantara, Dedi Mulyadi Dukung Terawan: Saya Siap Disuntik
"Vaksin dendritik ini belum bisa dilanjutkan ke fase II, sudah clear kan, karena ada temuan-temuan correction action, preventive action. Koreksi-koreksi yang diberikan oleh Badan POM itu harus ada perbaikan dulu kalau mau lanjut ke fase II," papar Penny dalam konferensi pers virtual, Jumat (16/4/2021).
Ditanya terkait konsekuensi kesehatan dan hukum apabila penelitian vaksin Nusantara tetap dilanjutkan tanpa izin BPOM, Penny pun enggan mengomentarinya.
"Saya tidak mau komentari ya karena vaksin dendritik atau dikomersilkan dengan nama vaksin Nusantara itu sudah beralih sekarang. Saya sudah tidak mau komentari lagi," jawab dia.
Saat ini, ungkap Penny, apa pun kegiatan yang dilakukan terkait Vaksin Nusantara bukan merupakan kewenangan BPOM.
"Tentunya apa yang sekarang terjadi itu di luar Badan POM dan bukan kami untuk menilai itu," ujar dia.
Baca Juga: Ini Alasan Mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie Akui Sudah Disuntik Vaksin Nusantara
Melansir Kompas.com, uji klinik fase kedua Vaksin Nusantara tetap dilanjutkan meski belum mendapatkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dari BPOM.
Sejumlah anggota Komisi IX menjadi relawan pengembangan vaksin.
Sampel darah mereka diambil di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4/2021).
Sementara berdasarkan data studi vaksin Nusantara, tercatat 20 dari 28 subjek atau 71,4 persen relawan uji klinik fase I mengalami Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dalam grade 1 dan 2.
Beberapa waktu lalu Penny mengatakan, relawan mengalami kejadian yang tidak diinginkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mcg.
"Dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant," kata Penny, Rabu (14/4/2021).
Baca Juga: Bagaimana Masa Depan Kontroversi Vaksin Nusantara? - ROSI
Menurut dia, KTD pada relawan antara lain nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.
Adapun KTD grade 3 terjadi pada pada 6 subjek.
Rinciannya, satu subjek mengalami hipernatremi, dua subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan tiga subjek mengalami peningkatan kolesterol.
“KTD grade 3 merupakan salah satu kriteria untuk menghentikan pelaksanaan uji klinik sebagaimana tercantum pada protokol. Namun, tim peneliti (Vaksin Nusantara) tidak melakukan penghentian uji klinik,” tandas dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.