JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak serius melakukan penegakan hukum terhadap Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Lantaran, KPK hanya memberikan satu pasal dalam dakwaan perkara suap izin ekspor benih lobster.
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada KompasTV, Jumat (16/4/2021).
“Sebenarnya ya kalau KPK serius menurut saya dikenakan banyak pasal,” kata Boyamin Saiman.
Baca Juga: Dapat USD5.000, Pesilat Cantik Asal Uzbekistan Ini Ikut Kecipratan Uang Suap Edhy Prabowo
Tidak hanya Pasal 11, Boyamin Saiman menilai Edhy Prabowo layak didakwa dengan Pasal 12 UU pemberantasan korupsi.
“Karena nyatanya ini kan dijuntokan Pasal 55 KUHP, artinya ini kan turut. Nah, penunjukan-penunjukan perusahaan yang melakukan kargo itu kan tidak melalui proses yang benar,” katanya.
“Kalau mau menjalankan aturan itu kan kargo siapapun kan boleh, tinggal mereka kompetisi harga, itu karena ditunjuk satu perusahaan, maka kemudian harga menjadi monopoli,” tambahnya.
Baca Juga: Jaksa Bacakan Dakwaan Edhy Prabowo dan Istri, Diduga Habiskan Uang Belanja di AS hingga Rp833,4 Juta
Selain itu, sambung Boyamin, Edhy Prabowo itu juga mempunyai jabatan, bukan hanya sekedar PNS.
“Jadi semestinya juga dikenakan pasal 12 di situ ancaman hukumannya bisa 20 tahun. Jadi sangat mengecewakan ketika KPK hanya fokus menerapkan pasal 11, karena pasal 11 itu kan ancaman maksimal hanya 5 tahun,” ujarnya.
Bagi Boyamin Saiman, KPK harusnya menempatkan Pasal 12 sebagai yang utama dalam dakwaan. Karena dalam kapasitas penunjukan kargo Palisade Logistics Indonesia, Boyamin meyakini ada proses berjenjang.
Baca Juga: Edhy Prabowo Didakwa Terima Suap Rp25,7 Miliar dari Kebijakan Izin Ekspor Benih Lobster
“Anak buahnya tidak bisa menunjuk satu itu (satu kargo). Kalau tidak dalam pengertian menjalankan kewajiban dari, katakanlah perintah atasan atau arahan atasan, supaya nilai harga yang terbentuk itu jadi tinggi jadi mahal,” tuturnya.
Tetapi kemudian, lanjut Boyamin, yang masuk ke perusahaan angkanya bukan seperti dalam perjanjian. Nilai dalam perjanjian dipotong oleh oknum pejabat KKP dan kemudian dibagi-bagi.
“Ini serangkaian, sekongkol, menurut saya juga permufakatan jahat bisa dikenakan pasal 15 juga gitu. Jadi rangkaian-rangkaian itu mestinya tidak hanya pasal 11 tapi pasal 12 dan juga pasal 15 tentang persekongkolan,” ujarnya.
“Karena rangkaiannya jelas kok, kalau itu tanpa persengkongkolan tidak terjadi proses dugaan suap atau korupsi,” lanjutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.