Kompas TV nasional hukum

Kontras Sebut Telegram Kapolri Larang Media Siarkan Arogansi Polisi Bakal Bahayakan Kebebasan Pers

Kompas.tv - 6 April 2021, 17:05 WIB
kontras-sebut-telegram-kapolri-larang-media-siarkan-arogansi-polisi-bakal-bahayakan-kebebasan-pers
Ilustrasi jurnalisme (Sumber: Getty Images/iStockphoto via kompas.com)
Penulis : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ikut angkat suara soal keluarnya telegram (TR) Kapolri yang melarang media menyiarkan arogansi personel kepolisian. Kontras menganggap TR itu bakal membahayakan kebebasan pers.

"ST (surat telegram) tersebut berbahaya bagi kebebasan pers karena publik diminta percaya pada narasi tunggal negara. Sementara polisi minim evaluasi dan audit atas tindak-tanduknya, baik untuk kegiatan luring maupun daring," ujar Rivanlee.

Menurut Rivanlee saat ini tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Polri tengah menurun. Sehingga, sudah selayaknya langkah yang dilakukan Polri tidak dengan menutup akses terhadap media.

Baca Juga: Telegram Kapolri Perketat Penggunaan Senpi Anggota Polri

Seharusnya, kata dia, pembenahan institusi secara struktural harus dilakukan sampai dengan ke tingkat lapangan. Sebaliknya, penerbitan surat telegram tersebut justru akan membuat publik semakin tidak puas.

"Terlebih lagi, banyak catatan dari penanganan aksi massa yang brutal. Publik mengharapkan polisi yang humanis, bukan yang suka kekerasan dengan dalih ketegasan," tegas Rivanlee seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (6/4/2021).

Sebagaimana diberitakan KompasTV sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram yang mengatur soal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.

Telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 itu diteken Listyo Sigit pada 5 April 2021, ditujukan kepada pengemban fungsi humas Polri di seluruh kewilayahan.

Baca Juga: Surat Telegram Kapolri Ditentang YLBHI, Bungkam Kritik Rakyat soal RUU Cipta Kerja

Ada 11 poin yang diatur dalam telegram itu, salah satunya media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.

Karena itu, media diimbau menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas, tapi humanis.

Peraturan itu dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Perkap Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri, dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012.

Terpisah, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Rusdi Hartono mengatakan, telegram itu dikeluarkan agar kinerja polisi semakin baik.

"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi, Selasa (6/4/2021).

Dia menyatakan, pada dasarnya telegram itu ditujukan kepada seluruh kepala bidang humas.

Baca Juga: YLBHI Soroti Telegram Kapolri yang Larang Unjuk Rasa RUU Cipta Kerja

"Telegram itu ditujukan kepada kabid humas. Itu petunjuk dan arahan dari Mabes ke wilayah, hanya untuk internal," ujar dia.

Berikut isi lengkap surat telegram Kapolri:

1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.

2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.
4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan.

5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual.

6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.

Baca Juga: Penjelasan Mabes Polri Soal Isi Telegram Kapolri Lawan Penolak RUU Cipta Kerja

7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur.

8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.

9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.

10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

11. Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

Baca Juga: Kapolri Mutasi Puluhan Perwira Polisi dari Pangkat Komjen hingga Kombes, Berikut Nama-namanya




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x