JAKARTA, KOMPAS.TV - Keputusan KPK untuk mengeluarkan suurat penghentian penyidikan perkara atau SP3 terhadap buron korupsi BLBI Sjamsul Nursalim dan istrinya, tentu cukup mengejutkan publik karena baru pertama kali dalam sejarah.
Penerbitan SP3 ini juga sesuai dengan pasal 40, revisi UU KPK yang sebelumnya sempat menuai polemik.
KPK berkesimpulan, dalam kasus itu, syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara itu tidak dipenuhi dan tidak ada jalan lain setelah langkah hukum KPK untuk megajukan PK, pada perkara Sjafruddin Tumenggung, ditolak.
Benarkah SP3 ini menjadi salah satu upaya pelemahan KPK?
Kita membahasnya dengan sejumlah narasumber di antaranya juru bicara KPK Ali Fikri, Koorinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan juga anggota Komisi III DPR Arsul Sani.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara atau SP3 dalam kasus dugaan Korupsi Bantuan Luiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap obligor bank dagang negara indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Sjamsul Nursalim.
Indonesia Coruption Watch, ICW, mengkritik keras pemberian SP3 pada kasus BLBI yang menjerat Syamsul Nursalim.
Menurut ICW, SP3 dalam undang undang KPK merupakan bagian dari pelemahan KPK, dan dikhawatirkan hal ini bisa jadi bancakan kasus korupsi.
Keputusan KPK yang cukup mengejutkan publik itu, juga disorot masyarakat anti korupsi Indonesia, MAKI.
MAKI bahkan berencana akan menggugat KPK ke pengadilan setelah sebelumnya mengumumkan penghentian penyidikan kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul dan Istjih Nursalim.
MAKI menyebut penghentian perkara BLBI oleh KPK tidak tepat karena seblumnya dalam dakwaan yang pernah dibuat KPK disebutkan ada penyelenggara negara yang terlibat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.