KOMPAS.TV - Serangkaian aksi teror terjadi dalam satu minggu ke belakang. Sepasang suami istri meledakkan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu (28/3/2021).
Kemudian, seorang perempuan berkerudung menyelinap ke Mabes Polri, Jakarta dan menembaki aparat kepolisian dengan Air Gun, pada Rabu (31/3/2021).
Kepolisian RI menyatakan, bom bunuh diri Makassar adalah hasil tindakan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang telah berbait kepada ISIS. Sedangkan, pelaku penyerangan Mabes Polri adalah pelaku sendiri (lone wolf) yang bersimpati pada ISIS.
Baca Juga: Tiga Kesamaan dalam Surat Wasiat Pelaku Teror Mabes Polri dan Bom Katedral Makassar
Namun, dalam sejarahnya, taktik bom bunuh diri telah digunakan oleh setiap gerakan ideologis. Baik ekstremis kiri yang berhaluan Marxisme hingga ekstremis kanan yang berfondasi fasistik, serta tiap spektrum agama.
Bom bunuh diri sudah tercatat dalam sejarah manusia sejak lama. Iain Overton, jurnalis investigasi Inggris menulis, bom bunuh diri pertama yang tercatat dalam sejarah terjadi pada 13 Maret 1881.
Saat itu, seorang anggota kelompok teroris sayap kiri Rusia Ignaty Grinevitsky menjadi pelaku bom bunuh diri di St Petersburg. Grinevitsky meledakkan bom hingga menewaskan dirinya dan Tsar Alexander II.
Dalam surat wasiatnya, Grinevitsky menulis bahwa kematiannya adalah demi melaksanakan “tugas”.
Militer Jepang juga terlibat dalam bom bunuh diri. Pada 1944 Jepang kerap meluncurkan serangan Kamikaze. Serangan ini berupa pesawat atau kapal bermuatan bom yang menyasar armada angkatan laut Sekutu.
Untuk melancarkan aksi bom bunuh diri ini, para relawan peserta wajib militer mesti menabrakkan kapal dan pesawat Jepang ke armada laut Sekutu. Hal ini berjalan di bawah budaya militeristik Jepang yang melarang menyerahkan diri.
Baca Juga: Kapolri Apresiasi Pak Kosmas, Sekuriti Penghalau Bom Gereja Makassar, Tawarkan Anaknya jadi Polisi
Mengutip aoav.org.uk, Jepang meluncurkan sekitar 3.860 serangan bunuh diri sejak Oktober 1944 hingga Perang Dunia II berakhir pada pertengahan 1945. Serangan-serangan bom bunuh diri ini hanya menyasar militer Sekutu.
Admiral Halsey, komandan Armada Ketiga AS saat itu mengaku serangan ini adalah “satu-satunya senjata yang saya takuti dalam perang”.
Setelah Perang Dunia II, tak ada catatan soal aksi bom bunuh diri. Bom bunuh diri baru muncul pada dekade 1980.
AS dan Inggris mendorong dan memperkuat gerakan Islam radikal di Timur Tengah selama Perang Dingin. Hal ini demi menahan penyebaran Uni Soviet dan untuk menekan gerakan nasionalis yang memusuhi Barat.
Sementara, pada 1970-an Arab Saudi mulai menghabiskan anggaran miliaran dolar untuk mempromosikan Wahabi. Hal ini memunculkan kelompok Islam yang sangat konservatif di seluruh dunia.
Baca Juga: MUI: Bom Bunuh Diri Makassar dan Penyerangan Mabes Polri Hukumnya Haram dan Bukan Syahid
Menurut Iain Overton, kelompok Wahabi atau Salafi saat ini termasuk di antara beberapa pengguna serangan bunuh diri yang paling produktif.
Bom bunuh diri besar yang pertama kali meledak setelah Perang Dunia II terjadi di Lebanon saat penjajahan oleh Israel.
Pada 23 Oktober 1983 sebuah bermuatan 907 kilogram bom menerobos masuk markas Angkatan Laut Amerika. Ledakan bom itu menewaskan 241 personel milter Amerika.
Tak berselang lama, bom bunuh diri juga mengguncang markas pasukan penerjun payung Perancis. Ledakan bom itu membunuh lebih dari 58 personel militer Perancis.
Gerakan gerilya Tamil berhaluan sekuler di Sri Lanka juga meniru hal ini. Anggota kelompok bernama LTTE itu bahkan menjalani latihan di kamp Hezbollah di Lebanon.
Pada 5 Juli 1987, sebuah bom bunuh diri pertama di Sri Lanka meledak. Bom bunuh diri ini menyasar barak Tentara Sri lanka dan membunuh 55 tentara.
Baca Juga: Pengamat Terorisme Sebut Serangan ke Mabes Polri Semacam Black Widow, Apa Maksudnya?
Lalu, ada pula ratusan aksi Black Widows di Rusia. Aksi Black Widows ini dilakukan para perempuan kerabat pejuang Chechnya.
Kemudian, Al Qaeda muncul dan melakukan aksi teror bom bunuh diri sejak 1995. Irak menjadi salah satu negara yang merasakan rangkaian bom bunuh diri mematikan.
Warga sipil Irak ikut menjadi korban konflik sektarian. Pemberontak Sunni kerap menargetkan bom bunuh diri pada warga Muslim Syiah.
ISIS atau Negara Islam (IS) muncul karena rangkaian bom bunuh diri di Irak.
Sejak 1881, catatan Iain Overton menyebut ada 13.500 bom bunuh diri yang mengguncang dunia. Bom bunuh diri telah terjadi di 55 negara.
Bom bunuh diri telah menewaskan 72 ribu jiwa dan menyebabkan ratusan ribu korban luka. Sekitar 90 persen pelaku dan korban ada laki-laki.
Baca Juga: Densus 88 Tangkap Tiga Terduga Teroris yang Diduga Otak dari Aksi Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral
“Para pelaku bom bunuh diri adalah Muslim, Budha, Kristen, penganut Shinto, dan Hindu (dan satu pembom Yahudi yang bomnya tidak meledak)," tulis Iain Overton.
Menurut Overton, aksi bom bunuh diri berkaitan dengan latar belakang pelaku yang mengalami pemiskinan. Selain itu, kondisi psikologis juga ikut berpengaruh.
“Jika Anda telah memutuskan ingin mati, siapa pun yang memberi tahu Anda sesuatu yang akan membuat itu lebih nyaman - Anda akan mengaitkan kematian dengan hal itu,” kata Overton soal motif bom bunuh diri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.