JAKARTA, KOMPAS.TV- Surat wasiat yang ditinggalkan oleh penyerang Mabes Polri Jakarta dan pelaku bom bunuh diri gereja Katedral di Makassar memiliki kesamaan, yaitu diawali dengan permohonan maaf kepada kedua ortang tua.
Kedua terduga memohon maaf kepada orang tua dan sangat sayang kepada orang tua namun menyebut bahwa Tuhan lebih sayang lagi.
Menurut pengamat terorisme Nasir Abbas, hal itu dilakukan dengan keyakinan bahwa sang pelaku yang mati duluan akan mampu menarik orang tuanya menuju surga, karena mati syahid.
"Dengan mati duluan, dia sedang menunggu keluarganya. Dia akan menarik keluarganya ke surga. Itu keyakinan mereka. Makanya, ada isi surat agar adiknya menjaga orang tuanya," kata Nasir Abbas ketika diwawancara Kompas. TV, Kamis (1/3/2021).
Baca Juga: Pasca Penembakan di Mabes Polri, Petugas Bersenjata Kawal Pengunjung Mapolres Indramayu
Karena itu, kata Nasir Abbas, begitu pentingnya pendidikan anak oleh orang tua di rumah. " Dari pelaku yang ditangkap, ada faktor keluarga. Maka harus dimulai dari rumah," katanya.
Sementara Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyebutkan, sepakat pentingnya faktor keluarga. "Kalau sudah tersirap mereka jadi nikmat, sesuai harapan mentornya. Penguatan keluarga itu penting untuk masa depan kita," ujarnya.
Baca Juga: Pasca Bom Bunuh Diri di Makassar, Pengamanan Gereja Diperketat
Menurut Boy, surat wasiat dari terduga penyerang ZA di Mabes Polri sama dengan yang dibuat oleh L di Makassar. Yaitu permohonan maaf kepada kedua orang tua.
"Tapi walau mereka tidak bertemu tapi ideologinya sama, ideologi terorisme dan intoleransi. Mereka punya cita-cita mati syahid. Mereka terprovokasi propaganda anti demokrasi dan anti konstitusi di negara mereka," kata Boy.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.