Belakangan, penyidik memanggil saksi ahli tulisan tangan atau grafolog dari American Handwriting Analysis Foundation, Deborah Dewi. Deborah menyatakan, surat wasiat itu bukan tulisan tangan Akseyna.
Deborah menjelaskan, ada dua bagian tulisan di surat wasiat itu. Bagian pertama identik dengan tulisan almarhum. Sedangkan tulisan kedua adalah milik orang lain.
Deborah menjelaskan, ada dua bagian tulisan di surat wasiat itu. Bagian pertama identik dengan tulisan almarhum. Sedangkan tulisan kedua adalah milik orang lain.
Ia menganalisa tulisan dan tanda tangan di surat wasiat itu melalui pembesaran mikroskopik 200x.
Tak cuma itu, hasil visum juga menguatkan kecurigaan itu. Akseyna diduga tidak sadarkan diri sebelum dicemplungkan ke danau.
Baca Juga: Viral Temuan Butiran Emas di Pesisir Maluku Tengah, Ahli Duga Hal Ini Sumbernya
Pihak kepolisian menemukan paru-paru Akseyna berisi air dan pasir. Lalu, ada robekan di bagian tumit sepatu Akseyna. Bukti terakhir itu menunjukkan ada orang lain yang menyeret korban.
Hasil visum juga memperlihatkan ada luka-luka tidak wajar ditemukan pada wajah Akseyna.
"Luka fisik di wajah yang bersangkutan. Kalau bunuh diri harusnya mulus," ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti, Kamis (28/5/2015).
Bunuh diri dengan cara tenggelam juga sangat lambat. Krishna beranggapan, seharusnya korban memilih cara bunuh diri yang lebih cepat, seperti lompat dari atap gedung.
Meski begitu, pihak Polresta Depok tak kunjung bisa mengungkap pelaku pembunuhan Akseyna. Pengungkapan kasus ini terhambat karena kondisi TKP tidak lagi steril akibat banyak orang datang ke sana.
Masalah jeda waktu juga menimbulkan masalah lain.
"Ada jeda waktu empat hari dari penemuan mayat sampai ketahuan identitasnya. Itu memberi ruang bagi pelaku untuk menghilangkan barang bukti,” kata Komisaris Teguh Nugroho, Kasat Reskrim Polresta Depok yang baru menjabat pada 2016.
Polisi sempat membuka kembali penyidikan kasus ini pada 2020. Hal ini terungkap dari pernyataan Mardoto, ayah Akseyna pada Rabu (12/2/2020).
Baca Juga: Satu Polisi Tersangka Penembakan Laskar FPI Tewas Kecelakaan
Namun, hingga kini misteri pembunuhan ini belum juga terungkap.
"Ini memang penyakit di kepolisian: menghadapi cold cases (kasus mandek) dengan gaya biasa," kata pakar kriminologi UI Adrianus Meliala.
“Kalau kita bicara pengalaman-pengalaman negara luar negeri, Eropa terutama, maka kasus-kasus yang tidak bisa diungkap dimasukkan ke dalam kelompok cold cases, yang cara penanganannya juga beda dengan kasus-kasus yang datang ke kepolisian dan asumsinya dapat dipecahkan dengan mudah,” jelas Adrianus.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.