JAKARTA, KOMPAS TV - Edhy Prabowo mengungkapkan alasan menunjuk salah seorang tim sukses Jokowi Jokowi saat Pilpres menjadi staf khusus (stafsus) dirinya saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.
Edhy membeberkan hal itu dalam persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dalam persidangan, Edhy yang dihadirkan sebagai saksi menjelaskan alasan pemilihan beberapa orang untuk menjadi staf khusus dirinya.
Baca Juga: Kasus Suap Menteri Edhy Prabowo, KPK Sita 13 Sepeda Mewah Lapierre
Berawal ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertanya terkait mekanisme penunjukan staf pembantu untuk Edhy Prabowo.
Jaksa bertanya apakah pemilihan stafsus itu didasari pada mekanisme tertentu atau langsung ditunjuk.
"Nama-nama yang kemudian diangkat sebagai staf khusus saudara artinya itu apakah usulan anda sendiri atau ada rapat internal dahulu?" tanya jaksa dikutip dari Wartakota pada Senin (22/3/2021).
Edhy kemudian menjawab bahwa ia mengakui telah menunjuk beberapa orang secara langsung untuk menjadi staf khususnya.
Tiga staf pembantu Edhy Prabowo terdiri atas Safri Muis, Putri Catur, dan TB Yanuar ditunjuk sebagai staf ahli karena dinilai berperan besar membantunya saat duduk di kursi Ketua Komisi IV DPR RI.
"Saya mengajak saudara Safri Muis, Saudri Putri, dan TB Yanuar karena dulu sewaktu saya jadi anggota DPR-RI selama tiga periode, di periode ke dua mereka membantu saya menjadi ketua komisi IV DPR RI," kata Edhy.
Baca Juga: Edhy Prabowo, Antara Jam Rolex dan Tiga Sekretaris Pribadi Perempuan
Sementara untuk staf khususnya bernama Andreu Misanta merupakan tim sukses kubu Joko Widodo atau Jokowi saat Pilpres 2019 lalu.
Edhy diketahui berasal dari Partai Gerindra, yang mana pada Pilpres 2019 berseberangan dengan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Ia menunjuk Andreu karena ada maksud tertentu, yakni dirinya berharap dengan penunjukan orang dari kubu Jokowi, bisa menghilangkan kesan menguasai setelah dirinya diminta menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.
"Sementara secara politis untuk supaya saya sebagai menteri kebetulan dari pasangan nomor urut dua yang seolah-olah mengambil porsi seolah-olah kita semua yang menguasai," katanya.
Dalam perkara suap ini, KPK menetapkan total tujuh orang tersangka.
Enam orang di antaranya berperan sebagai penerima suap, yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta.
Kemudian, sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.
Baca Juga: Terungkap, Ini Jabatan Mentereng Ali Mochtar Ngabalin di Kementerian Kelautan dan Perikanan
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy.
Suap diberikan melalui perantara Safri dan Andreau Misanta selaku staf khusus Edhy, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy.
Juga Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK).
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.
Baca Juga: Pengakuan Istri Edhy, Beli Tas Hermes Mau Bayar Tunai, Malah Dikasih Kartu Kredit Anak Buah Suaminya
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.
Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.
Baca Juga: Telusuri Aliran Uang Suap Edhy Prabowo, Penyidik Sita Rekening Koran Pedangdut Betty Elista
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.