KOMPAS.TV - Pritt.. peluit Polisi kini tak hanya tampak di dunia nyata, tapi peluit itu akan nyaring terlihat di dunia maya, bagi para terduga pelanggar Undang - Undang Informasi & Transaksi Elektronik (ITE).
Pertanyaannya kini, apakah memberikan rasa aman yang lebih baik versus memunculkan ketakutan yang baru bagi masyarakat?
Ini menjadi pertanyaan penting. Untuk melihat lebih dalam, saya memasuki "dapur" Polisi Virtual yang paling privat, Eksklusif!
Saya beruntung bisa menjadi jurnalis pertama yang memasuki hampir disetiap sudut ruangan di Kantor Polisi Virtual di gedung Bareskrim Polri. Terletak di gedung tinggi lantai belasan gedung baru ini, saya diajak berkeliling oleh sejumlah Kepala Subdirektorat (Kasubdit) berpangkat Komisaris Besar, hingga pucuk pimpinan tertingginya, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Slamet Uliandi.
Pejabat Tinggi Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, yang banyak makan asam garam di bidang intelejen, reserse, dan penindakan teror. Termasuk operasi menumpas kelompok Santoso di Sulawesi Tengah.
Aiman Ekslusif, Berkeliling ke Sejumlah Ruang Privat di Tipidsiber Bareskrim
Ada sejumlah ruangan yang saya dan Tim AIMAN diajak berkeliling bersamanya. Di antaranya adalah ruang mediasi. Yakni ruang yang digunakan untuk memediasi dua pihak terkait dengan kasus pencemaran nama baik.
"Jadi tidak ujuk - ujuk langsung proses hukum. Kita upayakan untuk dua pihak yang bersengketa, untuk kita mediasi di ruang ini" Kata Dirtipidsiber Brigjen Slamet Uliandi.
Ruangannya jangan dibayangkan sempit dan angker, tidak sama sekali. Justru mirip restoran atau cafe yang nyaman dengan pemandangan sekeliling dari gedung tinggi yang indah akan pemandangan Ibu Kota.
Setelah dari ruangan Mediasi ini, saya juga sempat berkunjung ke ruangan interogasi. Ruangan ini digunakan untuk melakukan pemeriksaan bila terjadi upaya hukum yang merupakan upaya terakhir jika harus dilakukan.
Baca Juga: Ini Tugas dan Cara Kerja Polisi Virtual yang Akan Berpatroli Pantau Aktivitas Netizen
Ruang Interogasi Ala Hollywood
Ruangan Interogasi ini, mirip sekali dengan yang ada di film - film Hollywood. Memiliki ruangan sekitar 4 kali 4 meter, dan terdapat meja serta lampu yang persis berada di atas meja dengan sejumlah kursi yang berhadapan.
Dan yang lebih mirip lagi, ada kaca satu arah yang bisa memantau proses interogasi yang dilakukan Polisi, bagi penyidik lainnya atau bahkan pengawas.
Saya melakukan wawancara di Program AIMAN yang akan tayang pada Senin, 8 Maret 2021 Pukul 8 malam, salah satunya di ruangan interogasi ini.
Dan tak luput pula, saya melihat dapur utama yang paling privat, yakni ruang pengendali utama, Siber Bareskrim Polri. Saya cukup terkejut karena diberikan akses ke ruangan ini, meski untuk transparansi saya pribadi memberikan apresiasi kepada Polri atas izin ini.
Kerja dari tim dan fungsi di ruangan ini, dijelaskan oleh Dirtipidsiber.
"ini baru soft launching, nanti launching resminya baru akan dilakukan oleh bapak Kapolri (Jenderal Listyo Sigit)", ungkap Brigjen Slamet Uliandi kepada saya.
Pertama kali berada di ruangan yang berisi anggota Polri terlatih dibidang Teknologi Informasi, saya tertarik dengan layar super besar, melebihi besar layar bioskop terkenal, yang ada di depan ruang pengendali utama ini.
Masuk ke Dapur Utama Pengendali di Bareskrim Polri
Ternyata garis-garis berwarna yang saya lihat di layar, adalah dugaan kejahatan yang terjadi secara Real-Time (saat ini), di sejumlah negara di dunia. Ada bentuknya dari dugaan mencuri data, hingga malware atau menyusupkan mesin algoritma di perangkat korban. Dan yang luar biasa, walaupun kita berada di Indonesia, tapi sistem ini bisa mendeteksi lalu lintas dugaan yang terindikasi kejahatan ini di antar negara luar.
Indonesia saya lihat hampir tidak ada alias hanya sangat sedikit. Yang terbanyak berasal dari Asia bagian Tengah dan Timur, Eropa bagian selatan, Sebagian Amerika Selatan, dan sebagian kecil Afrika.
Saya kembali ke isu dihidupkannya Polisi Virtual. Saya bertanya kepada Brigjen Slamet, apa yang akan dilakukan dengan Polisi Virtual ini, bagaimana prosesnya, mana yang perlu dipilah masuk ke kasus hukum dan mana yang tidak, bagaimana dengan transparansi berkeadilan alias keberimbangan yang jadi tantangan, jangan sampai ada kesan yang mendukung penguasa tak dilanjutkan prosesnya, sebaliknya yang mengkritik pemerintah cepat dilakukan?
Semua pertanyaan lengkap ini, saya ajukan di program AIMAN.
Tapi beberapa di antaranya saya beroleh jawaban. Polisi Virtual adalah sistem yang dibangun untuk menempatkan proses hukum dari pelaksanaan Undang - Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai jalan terakhir (Ultimum Remedium).
Baca Juga: Pakar Digital UGM: Polisi Internet Jangan sampai Mengekang Pengguna Media Sosial
Proses Bertingkat Pelanggar UU ITE
Ada proses bertingkat yang dilakukan. Pertama jika ditemukan adanya indikasi dugaan pelanggaran UU ITE, maka petugas Patroli Polisi Virtual melaporkan kepada pimpinan. Kemudian bentuk indikasi dugaan tersebut diuji di hadapan Ahli Bahasa hingga Ahli Pidana.
Setelah dinyatakan valid bahwa ada dugaan pelanggaran. Maka proses selanjutnya adalah mengirim pesan teguran kepada akun yang terindikasi melanggar tersebut melalui pesan privat (Direct Message).
"Ini supaya yang bersangkutan, tidak dipermalukan di hadapan publik!" jelas Dirtipidsiber Brigjen Slamet.
Teguran ini berupa pesan bahwa ada potensi pelanggaran Undang - Undang ITE, sehingga pemilik akun tersebut diminta untuk menghapusnya. Jika sudah dihapus, maka proses dihentikan, selesai!
Meski demikian record alias catatan atas unggahan sebelumnya yang mengandung dugaan pelanggaran pidana tetap tersimpan di arsip Tipidsiber Bareskrim Polri.
Pada kasus lainnya, Jika dua kali diminta untuk menghapus, unggahan tidak dihapus juga, maka akan dikirimkan surat resmi kepada yang bersangkutan.
Jika surat resmi tak diindahkan, maka akan dilakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan, selanjutnya adalah proses hukum akan dijalankan hingga pengadilan.
Bagaimana dengan akun anonim (tanpa nama/identitas asli)?
"Polisi punya perangkat dan kemampuan yang cukup untuk mengetahui mereka yang anonimus, satu contohnya adalah kasus dugaan penghinaan lagu Indonesia Raya yang berada di Malaysia, kita berhasil untuk mengungkapnya tuntas" kata Brigjen Slamet.
Apresiasi dan Pro Kontra yang Mencuat
Jika dilihat dari semangatnya maka, positif adanya Polisi Virtual yang menempatkan pemidanaan sebagai jalan terakhir. Meski suara - suara kekhawatiran tetap ada disuarakan.
Salah satunya dari Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SafeNet yang diwawancarai di Sapa Indonesia Pagi, KompasTV 26 Februari 2021, pekan lalu.
"Ini menimbulkan ketakutan baru, ya. Dimana polisi bisa hadir sewaktu-waktu di ruang privat kita. Dia bisa ketuk DM kita dan atau japri."
Menarik untuk dicermati bagaimana pelaksanaannya jika memunculkan jumlah yang masif.
Menarik pula untuk dicermati bagaimana dengan kasus bila ada peretasan yang peretasnya sengaja untuk menuliskan unggahan yang melanggar hukum?
Sebuah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.