Penolakan PBNU terhadap peraturan presiden terkait investasi minuman keras ini, lanjutnya, merupakan bentuk peringatan kepada pemerintah.
Sebab NU sebagai bagian dari kekuatan masyarakat sipil bertujuan untuk senantiasa melaksanakan tugas untuk kebaikan bersama.
"Kami ingatkan kepada pemerintah. Sebagai civil society, kami akan melaksanakan tugas kami untuk kebaikan bersama," ucap pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, 48 tahun lalu ini.
PBNU juga tidak sepakat produksi minuman beralkohol ini untuk tujuan ekspor atau untuk memenuhi konsumsi di wilayah Indonesia Timur yang permintaanya tinggi.
“Seharusnya, kebijakan pemerintah adalah bagaimana konsumsi minuman beralkohol ditekan untuk kebaikan masyarakat, bukan malah didorong untuk naik,” tandas Helmy.
Baca Juga: Presiden Jokowi Izinkan Bisnis Miras, Perajin Arak Bersyukur Lebih Sejahtera
Adapun sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil. Syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu.
Ketentuan ini tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sementara persyaratan, untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Bila penanaman modal dilakukan di luar daerah tersebut, maka harus mendapat ketetapan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
Baca Juga: MUI Jabar: Masyarakat Jabar Akan Menanggung Beban Perpres Miras
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.