JAKARTA, KOMPAS.TV - Perkembangan dunia digital, seperti sosial media, jejaring soal dan sebagainya menjadi keniscayaan yang tak bisa dipungkiri.
Beragam informasi kini secara cepat bisa diterima masyarakat.
Namun sayangnya, keterbatasan literasi digital menjadi salah satu penyebab maraknya beragam kasus di media sosial.
Baru-baru ini pula, raksasa teknologi terbesar di dunia Microsoft melakukan survey, dan menemukan ternyata warganet Indonesia merupakan pengguna internet paling tidak sopan di Asia Tenggara.
Warganet Indonesia berada di posisi 29 dari 32 negara yang disurvei.
Hanya lebih unggul dari Meksiko dan Rusia.
Sementara itu 3 risiko online terbesar warganet indonesia diantaranya kasus berita bohong hoaks dan scam, ujaran kebencian, dan diskriminasi
Demi memastikan agar warga tidak mengunggah konten bermuatan pidana, polri secara resmi menerapkan polisi di dunia maya.
Mekanisme teguran yang dilakukan polisi virtual, di antaranya pengguna media sosial yang diduga melanggar UU ITE bakal diberi edukasi berupa pesan langsung atau melalui whatsapp atau media lainnya berupa peringatan.
Namun di sisi lain, pegiat hak asasi manusia Haris Azhar, seperti dilansir Tempo mengaku khawatir, polisi virtual berisiko melanggar ranah privasi masyarakat.
Pengguna media sosial semestinya memang harus bijak.
Memahami batasan batasan dalam memanfaatkannya.
Sehingga tidak terjadi pelanggaran pidana, yang berujung dipenjara.
Baca Juga: Polisi Virtual Hadir Awasi Media Sosial, Akan Timbul Ketakutan Baru di Masyarakat?
Bagaimana sebenarnya cara kerja polisi virtual mengawasi medsos?
Dan benarkah polisi virtual akan membatasi kebebasan berpendapat seperti yang dikritik sejumlah pegiat HAM?
Kita membahasnya dengan sejumlah narasumber melalui daring, di antaranya ada Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan, Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari dan juga Damar Juniarto Direktur Eksekutif Safenet.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.