JAKARTA, KOMPAS.TV – Keputusan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk turun gunung menandakan upaya penggulingan Ketum partai benar-benar serius.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai langkah SBY tersebut secara tidak langsung memperlihatkan gerakan kudeta tetap berjalan.
Tak hanya itu, langkah SBY turun gunung menunjukkan upaya penggulingan kepemimpinan partai dilakukan oleh orang yang memiliki kekuatan dan materi.
Baca Juga: SBY: Saya Yakin yang Dilakukan Moeldoko di Luar Pengetahuan Presiden Jokowi, Nama Menteri Dicatut
Menurut Ujang langkah SBY turun gunung adalah keputusan yang tepat. Sebab, jika isu ini terus didiamkan, maka akan mempengaruhi keberlangsungan nasib Partai Demokrat.
“Jika AHY sampai dikudeta, maka SBY pun akan terlempar dari Demokrat. Akan juga terlempar sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat," ujar Ujang saat dihubungi, Kamis (25/2/2021). Dikutip dari Kompas.com.
Sebelumnya SBY menyatakan harus turun gunung dalam menyikapi isu kudeta kepemimpinan Partai Demokrat.
SBY menyatakan setelah dipilih menjadi Ketua Majelis TInggi Partai, dirinya jarang ikut kegiatan harian partai. Namun kemunculan isu kudeta membuatnya harus kembali bersama kader Partai Demokrat untuk menanggalkan upaya kudeta.
Baca Juga: SBY Siap Jadi Benteng untuk Hadapi Gerakan Kudeta Partai Demokrat
"Menghadapi gerakan ini, sebagai ketua majelis tinggi partai, saya harus turun gunung. Dengan penuh rasa tanggung jawab dan dengan kecintaan yang mendalam terhadap Partai Demokrat," ujar SBY dalam video yang dirilis pada Rabu (24/2/2021).
"Meskipun sebenarnya masa saya sudah lewat, saya harus berjuang bersama saudara semua," imbuhnya.
Upaya kudeta di Partai Demokrat ini pertama kali diungkap oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam konferensi pers pada Senin (1/2/2021) lalu.
Baca Juga: Soal Intervensi Partai Demokrat, Pengamat: Ini Sesungguhnya Kudeta yang Ketahuan
Saat itu AHY menyebut ada gerakan yang ingin merebut kepemimpinannya di Partai Demokrat dengan menyelenggarakan kongres luar biasa. Kemudian menjadikan Demokrat sebagai kendaraan politik pada Pemilu 2024.
Demokrat menyebut gerakan itu melibatkan Moeldoko serta sejumlah kader dan mantan kader. Sejumlah nama yang mencuat yakni Marzuki Alie, Muhammad Nazaruddin dan politisi aktif Demokrat Jhoni Alen Marbun.
Moeldoko telah membantah tudingan tersebut. Ia mengaku tak punya hak untuk mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat karena bukan bagian dari internal partai.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.