JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto tengah mengembangkan Vaksin Nusantara untuk melawan virus corona.
Pengembangan Vaksin Nusantara tersebut dilakukan Terawan bersama tim peneliti di laboratorium RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah.
"Kami bersama-sama dengan teman-teman dari Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat dan juga dengan Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Kariadi Semarang ini bahu-membahu mewujudkan vaksin berbasis dendritic cell," kata Terawan saat diwawancarai KOMPAS TV.
Menurut dia, Vaksin Nusantara tersebut akan memberikan imunitas yang bisa bertahan lama.
"Dampaknya apa? Tentunya akan memberikan kekebalan terhadap Covid-19 dan karena ini sifatnya menjadi imunitas yang seluler tentunya akan bertahan lama, karena tingkatnya di sel bukan imunitas humoral tapi seluler," jelasnya.
Baca Juga: [FULL] Pernyataan Terawan Agus Putranto Soal Vaksin Nusantara
Masuk Uji Klinis Fase II
Setelah melewati persiapan beberapa bulan, vaksin buatan anak negeri ini mulai dikembangkan sejak Desember dan selesai uji klinis fase I pada akhir Januari 2021.
Saat ini, pengembangan vaksin ini telah memasuki tahapan uji klinis fase II yang sudah berjalan mulai Februari 2021.
Dosen dan tim peneliti, Dr. Yetty Movieta Nency SPAK mengatakan, temuan vaksin tersebut menggunakan metode berbasis sel dendritik autolog yang bersifat personal.
Sel dendritik autolog sendiri merupakan komponen dari sel darah putih yang dimiliki setiap orang lalu dipaparkan dengan antigen protein S dari SARS-COV-2.
Kemudian, sel dendritik yang telah mengenal antigen akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali.
Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap SARS COV-2.
"Posedurnya dari subyek itu kita ambil sel darah putih kemudian kita ambil sel dendritik. Lalu di dalam laboratorium dikenalkan dengan rekombinan dari SARS-COV-2. Sel dendritik bisa mengantisipasi virus lalu disuntikkan kembali. Komponen virus tidak akan masuk lagi ke tubuh manusia karena sel dendritik yang sudah pintar tadi," ujarnya saat ditemui di RSUP Kariadi Semarang, Rabu (17/2/2021), dikutip dari Kompas.com.
Ia menjelaskan, kelebihan dari Vaksin Nusantara ini selain aman karena melewati tahapan yang ketat dan panjang, juga bersifat personal.
"Aman karena memakai darah pasien sendiri dan memicu tubuh sendiri untuk menimbulkan kekebalan. Jadi Insya Allah halal karena tidak mengandung komponen lain seperti benda-benda atau binatang. Harganya juga murah diperkirakan sekitar 10 USD atau di bawah Rp 200.000 setara dengan harga vaksin-vaksin lainnya," ucapnya.
Baca Juga: Vaksin Nusantara, Uji Klinis Tahap Kedua Dilaksanakan
Bersifat Personal
Kelebihan lainnya, sel dendritik bersifat personal karena baru diproses setelah diambil dari masing-masing orang yang akan divaksin.
Hal itu dapat menghemat produksi massal yang berpotensi adanya stok sisa dan terbuang.
"Jadi pasien yang memang membutuhkan, baru dibuat maka akan menghindari adanya bahan-bahan dan stok yang tidak terpakai," katanya.
Selain itu, pengelolaan vaksin dinilai cukup sederhana dan efisien karena dapat memotong biaya penyimpanan dan pengiriman.
"Karena kan mahal sekali, vaksin harus ada cooler box kalau dipindahkan ke tempat lain harus diatur suhunya, peralatannya mahal jadi yang bisa dipotong alur-alur seperti itu sehingga pemberian vaksin personalize ketika ada pasien yang mau vaksin baru diambil darahnya kemudian diolah itu menjadi efisien," ujarnya.
Bisa Jadi Alternatif
Ia mengungkapkan, vaksin Nusantara bisa menjadi alternatif bagi pasien yang tidak masuk kriteria vaksinasi selama ini.
"Salah satu alternatif untuk orang-orang yang tidak bisa masuk kriteria vaksin karena banyak dengan penyakit berat. Misalnya kanker, dengan dendritik dimungkinkan bisa vaksin," lanjutnya.
Vaksin Nusantara rencananya akan diproduksi massal dari sel dendritik yang sudah diambil.
"Targetnya produksi massal sekitar jutaan dosis, sebanyak-banyaknya. Tapi yang penting lolos uji dulu. Untuk itu, mohon support dan doanya," tambahnya.
Menurutnya, bahan baku pengolahan Vaksin Nusantara cukup mudah dan bisa dikirim ke beberapa fasilitas kesehatan.
"Kita harapkan metode ini bisa di-share ke beberapa tempat di Indonesia supaya bisa dibuat juga," ungkapnya.
Proses pengambilan sampel dendritik hingga menjadi vaksin, membutuhkan waktu sekitar seminggu.
Baca Juga: Uji Klinis Tahap Kedua Vaksin Nusantara
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.