JAKARTA, KOMPAS.TV- Kasus perampasan lahan dan konflik agraria di Indonesia dari tahun ke tahun terus terjadi.
Data yang dihimpun oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menunjukkan selama tahun 2020, telah terjadi perampasan lahan untuk tujuan infrastruktur seperti jalan tol, infrastruktur militer dan Polri, perkebunan, pertambangan dan lain-lain.
"Obyek perampasan lahan merupakan tanah-tanah milik masyarakat sebanyak 46 persen, tanah yang dikelola 24 persen dan tanah adat 20 persen," kata Rahma Merry dari YLBHI dalam Dialog Publik
Menakar Tantangan & Peluang Pengesahan RUU Masyarakat Adat Tahun 2021 yang diadakan secara virtual, Kamis (28/1/2021).
Baca Juga: Pemerintah Dan Tokoh Adat Akhiri Konflik Lahan Besipae
Selain itu, kata Rahma, sebanyak 12 persen perampasan dilakukan dengan klaim sebagai tanah negara.
Sementara itu, selama tahun 2020, ada 41 kasus pelanggaran masyarakat adat.
Dari kasus sebanyak itu, pelanggaran berupa kriminalisasi, tumpang tindih lahan, dirampas tanahnya, pencemaran lingkungan, dan dirampas hak spritulanya.
"Untuk kasus kriminalisasi, ada 13 kasus kriminalisais dengan korban 55 orang. Sementara yang melakukan kriminalisasi dilakukan oleh perusahaan (8 kasus), KPH (4) , pemda (1), militer (1) dan polisi (10).
Baca Juga: Konflik Lahan, Menteri ATR/BPN Serahkan Sertifikat Tanah
Menurut Rahma, dalam kasus-kasus pelanggaran agraris terjadi karena tidak adanya keberpihakan dari pemerintah kepada masyarakat adat.
Akibatnya, ada ekses turunannya berupa berbagai pelanggaran.
"Ini yang menyebabkan pelanggaran hak masyarakat adat terus berulang dari tahun ke tahun," ujar Rahma.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.