Namun, perlahan-lahan rasa diskriminasi itu hilang karena perjuangan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah melalui pendidikan.
"Sampai dengan akhir 1980-an di Indonesia terasa ada diskriminasi terhadap orang Islam. Tapi berkat perjuangan yang kuat dari NU Muhammadiyah dan lain-lain, terutama melalui pendidikan, demokratisasi menguat," ujar Mahfud.
Baca Juga: Isu Intoleransi dalam Aturan Berhijab Siswi Non-Muslim di Sekolah Negeri
Selanjutnya pada awal 1990-an berdirilah organisasi ICMI. Setelah itu, masjid dan majelis taklim tumbuh di berbagai kantor pemerintah dan kampus-kampus.
Lebih lanjut, Mahfud menambahkan, kebijakan Menteri Agama Wahid Hasyim pada saat 1950-an dan Bahder Johan selaku Mendikjar, santri diperbolehkan masuk ke politik dan pemerintahan.
"Pada awal 1950-an, Menag Wahid Hasyim (NU) dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan: sekolah umum dan sekolah agama mempunyai 'civil effect' yang sama," kata Mahfud.
"Hasilnya, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan."
Baca Juga: Tegas! Nadiem Makarim Minta Beri Sanksi Pelaku Pemaksaan Siswi Nonmuslim Berjilbab
Setelah kebijakan dua menteri tersebut, kata Mahfud MD, kini telah menunjukkan hasilnya. Banyak kaum santri selain menempati posisi pemerintahan, juga termasuk TNI dan Polri.
"Kebijakan penyetaraan pendidikan agama, dan pendidikan umum oleh dua menteri itu sekarang menunjukkan hasilnya," ujar Mahfud.
"Pejabat-pejabat tinggi di kantor-kantor pemerintah, termasuk di TNI dan POLRI, banyak diisi oleh kaum santri. Mainstream keislaman mereka adalah 'wasarhiyah Islam' moderat dan inklusif."
Baca Juga: Siswi Non-Muslim Diminta Berhijab, Komnas HAM Panggil Dinas Pendidikan Sumbar Besok 25 Januari
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.