JAKARTA, KOMPAS TV - Mantan Pangdam Brawijaya, Mayjen TNI Widodo Iryansyah, tak pernah lupa dengan pengalamannya saat bertugas di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Waktu itu, Mayjen TNI Widodo baru saja dikaruniai pangkat bintang satu atau Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI. Ia menjabat sebagai Danrem 121/Alambhana Wanawai.
Ditempatkan di suatu daerah perbatasan, bagi Widodo, hal itu merupakan sebuah tantangan. Di sana, dia melihat kondisi ekonomi masyarakat yang ketinggalan dengan wilayah negara tetangga.
Baca Juga: Tim Gabungan TNI-Polri Lakukan Patroli Skala Besar saat Malam Natal
“Kami ditempatkan di suatu daerah yang menurut saya sebagai daerah tantangan. Memang saya suka tantangan,” kata Widodo yang dikutip dari tayangan Youtube TNI AD pada Kamis (31/12/2020).
“Kami melihat bagaimana ekonomi masyarakat perbatasan saat itu yang sangat jauh ketinggalan dengan negeri seberang.”
Selain ekonomi, tantangan lainnya adalah soal pendidikan yang sangat mencolok sekali perbedaannya dengan Malaysia.
Di Malaysia, kata Widodo, sebelum masuk sekolah, siswa diberi sarapan pagi berupa bubur kacang hijau. Setelah selesai sekolah pun demikian, mereka anak-anak Malaysia mendapat makan siang, baru setelah itu pulang.
“Kalau di Indonesia belum tentu anak-anak sekolah makan dulu. Saat pulang juga belum tentu mereka makan di rumah, karena disuruh orang tuanya cari keladi di hutan untuk makan,” ujar Widodo.
Baca Juga: Mimpi Jadi Nyata, Pertemuan dengan KSAD Jenderal Andika Perkasa Antar Kuli Bangunan Ini Jadi TNI AD
Menurut Widodo, kondisi masyarakat yang demikian merupakan tantangan baginya saat bertugas di perbatasan, yakni menjaga masyarakat setempat agar tidak luntur kebangsaan mereka.
Widodo menuturkan, kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan. Sebab, jika terus begitu, mereka bisa merasa tidak bangga dengan negaranya sendiri hanya karena melihat negara tetangga kondisinya lebih baik.
“Di situlah tantangan bagi kita agar masyarakat tidak luntur kebangsaannya. Punya kebanggaan jadi warga negara Indonesia,” ucap Widodo.
“Kalau lama-lama kita biarkan mereka bisa tidak bangga dengan Indonesia karena melihat negara seberang seperti itu. Sementara di Indonesia tertinggal, mutu pendidikannya juga seperti itu.”
Dari kondisi itulah, Widodo kemudian mengajak pemerintah daerah setempat untuk terjun langsung melihat rakyatnya dari dekat.
Baca Juga: Panglima TNI Kerahkan Drone untuk Buru Ali Kalora Cs
Selain itu, di Kalimantan Barat wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, Widodo mewajibkan perwira TNI untuk menjadi guru sekolah. Sebab, dia melihat banyak sekolah yang gurunya hanya satu orang.
“Muridnya sangat butuh guru, tapi gurunya tidak ada. Ada guru bantuan dari kota. Setelah di perbatasan, dia tidak kerasan karena berbagai keterbatasan sarana yang sangat minim, sehingga anggota TNI ini kita wajibkan mengajar,” kata Widodo.
Lebih lanjut, Widodo menceritakan bahwa ada sebuah desa di wilayah perbatasan yang selama 70 tahun Indonesia merdeka, belum pernah sama sekali mengibarkan bendera merah putih.
Bahkan, tanggal 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan Indonesia pun mereka tidak tahu. Apalagi upacara bendera. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dibiarkan karena kebangsaan mereka bisa luntur.
“Ada desa seumur-umur setelah 70 tahun Indonesia merdeka belum pernah mengibarkan bendera merah putih,” ujar Widodo.
Baca Juga: Kasad Jenderal Andika Perkasa Pimpin Penyerahan Tugas Para Jenderal TNI AD
“Tanggal 17 Agustus pun mereka tidak tahu itu Kemerdekaan Indonesia. Apalagi upacara. Itu tidak bisa kita biarkan nanti kebangsaan mereka akan luntur.”
Dari kejadian itu, pihaknya pun memberikan bendera merah putih. Setiap satu rumah, diberikan sebanyak lima bendera.
Belum cukup sampai di situ, Widodo kemudian memutuskan untuk berkeliling wilayah perbatasan mengunjungi desa-desa yang tak terjangkau.
Bersama anggota TNI lainnya, Widodo berkendara sepeda motor selama empat hari empat malam dengan menempuh perjalanan sejauh 986 kilometer untuk menancapkan bendera merah putih.
“Selama empat hari empat malam saya dengan tim menancapkan bendera sepanjang perbatasan dengan menempuh perjalanan 986 kilometer menggunakan sepeda motor, yang waktu itu belum ada jalan sama sekali,” ucapnya.
Baca Juga: Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto Mutasi 75 Perwira Tinggi AD, AL, dan AU, Berikut Nama-Namanya
Saat berkeliling itulah, Widodo melihat ada potensi dari desa-desa tersebut berupa kopi, pisang dan buah-buahan lainnya.
Widodo mengatakan, potensi tersebut tak bisa dijual karena minimnya akses jalan menuju kota. Sebab, tak mungkin mereka berjalan kaki berhaari-hari.
“Di situlah ada potensi kopi, pisang, dan buah-buahan. Tapi jalan untuk akses mereka ke kota menjajakan hasil buminya tidak ada. Berhari-hari dia jalan kaki tidak mungkin,” ujarnya.
Dari situlah, lanjut Widodo, akhirnya TNI membuatkan jalan yang setidaknya bisa dilalui sepeda motor. Setelah itu, hasil bumi tersebut bisa dijual ke kota.
“Akhirnya kesejahteraan mulai meningkat. Kalau kesejahteraan meningkat, kehidupan mereka sehat. Kalau kehidupan sehat, anak mereka cerdas. Kalau cerdas, mereka pasti akan berpikir bagaimana caranya membangun desa mereka,” ucapnya.
Baca Juga: Pasukan TNI-Polri Geruduk Markas FPI di Petamburan, 7 Pemuda Dibawa ke Polda Metro Jaya
Lebih lanjut, Widodo mengatakan, dirinya juga yang mengusulkan agar pemuda yang ada di desa-desa di wilayah perbatasan dijadikan prajurit TNI karena keterbatasan anggota.
Usul tersebut kemudian disetujui oleh Pangdam XII/Tanjungpura yang ketika itu dijabat oleh Andika Perkasa.
"Akhirnya lahirlah tentara-tentara perbatasan itu," kata Widodo.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.