JAKARTA, KOMPAS.TV - Pernyataan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian di Komisi II DPR pada hari Rabu (18/11) menjadi perdebatan.
Menteri Dalam Negeri bisa mencopot Kepala Daerah yang diduga membiarkan kerumunan di tengah pandemi covid-19.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Yaqut Cholil Qoumas menanggapi instruksi Menteri Tito.
Senada dengan politisi Senayan, Kepala Daerah juga menyatakan Pemerintah Pusat tak bisa memberhentikan Kepala Daerah yang dipilih rakyat meski ada di tengah pandemi covid-19.
Aturan memberhentikan Kepala Daerah sudah ada di UU Nomor 23 Tahun 2014, tepatnya di Pasal 78 Ayat 1 dan 2 yang mengatur mengapa Kepala dan Wakil Kepala Daerah Berhenti.
Sementara di Pasal 38 UU tersebut ada syarat bagaimana pemberhentian bisa dilakukan.
Termasuk tindak pidana yang diancam penjara minimal 5 tahun, seperti korupsi, terorisme, makar dan yang bisa memecah negara.
Menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Robert Endi Jaweng dari UU Nomor 23 Tahun 2014 juga ada mekanisme Pemerintah Pusat bisa mencopot Kepala Daerah, yakni bagi yang melanggar sumpah jabatan dan larangan. Tapi tidak langsung diberhentikan.
Perdebatan ini berawal dari anggapan Pemerintah Pusat yang menilai sejumlah Kepala Daerah lalai menertibkan dan membubarkan kerumunan saat acara yang digelar Rizieq Shihab sepulangnya dari Arab Saudi.
Kerumunan simpatisan Rizieq terjadi sejak Selasa, 10 November di Bandara Soekarno Hatta, lalu di Megamendung, Bogor, Jawa Bara pada hari Jumat (13/11) dan pada Sabtu (14/11) saat peringatan Maulid Nabi dan pernikahan Putri Habib Rizieq di Petamburan, Jakarta.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.