JAKARTA, KOMPAS.TV - Masyarakat diharapkan tidak melakukan tindakan anarkistis terkait ajakan sweeping produk asal Prancis.
Hal itu sebagaimana disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (5/11/2020).
Baca Juga: Polisi Tambah Pasukan Pengamanan di Sejumlah Mal, Antisipasi Ramainya Seruan Boikot Produk Prancis
“Kami berharap masyarakat tidak terprovokasi dan tidak terpengaruh terkait ajakan-ajakan sweeping di media sosial,” ujar Awi.
“Kami mengingatkan, kita adalah negara hukum, kita juga harus patuh dan taat pada hukum. Jangan sampai main hakim sendiri, jangan sampai berbuat anarkis,” imbuhnya, seraya memberikan imbauan.
Awi pun mengingatkan, tindakan anarkistis adalah perbuatan melanggar hukum.
Polri akan menindak tegas pihak yang melanggar hukum tersebut.
“Kalaupun sampai terjadi, tentunya Polri akan mengambil langkah-langkah yang tegas untuk menegakkan hukum tersebut,” kata Awi.
Di sisi lain, lanjut Awi, sebagai langkah antisipasi, Polri akan bersinergi dengan TNI, satuan pengamanan, serta pihak pengelola untuk mengamankan toko yang menjual produk asal Prancis.
“Untuk melakukan penjagaan dan pengamanan etalase-etalase yang diperkirakan akan menjadi sasaran sweeping,” kata dia.
Seperti diketahui, ajakan memboikot produk asal Prancis bermunculan belakangan ini.
Baca Juga: Sejumlah Ormas Lakukan Aksi Sweeping Produk asal Prancis di Minimarket
Ajakan boikot bermula dari komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron beberapa waktu lalu atas pembunuhan seorang guru di luar Kota Paris yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad pada murid-muridnya di kelas.
Menurut Macron, aksi pembunuhan ini merupakan serangan terhadap kebebasan berbicara sehingga pihaknya menyebut akan melawan "separatisme Islam" yang ada.
Pernyataannya ini memicu reaksi negatif dari berbagai pihak di dunia, khususnya negara-negara yang dihuni oleh penduduk Muslim, seperti Indonesia, Malaysia, Turki, dan Kuwait.
Pemboikotan itu sebagaimana yang telah diserukan oleh sejumlah negara lain, seperti Turki, Qatar, Kuwait, Pakistan, dan Bangladesh.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.