JAKARTA, KOMPAS.TV - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sedang mempertimbangkan jalur praperadilan untuk kasus yang menjerat para aktivisnya.
"KAMI sedang memikirkan, tidak hanya praperadilan. Bisa lapor Komnas HAM, Kompolnas, Propam, atau Irwasum (Inspektorat Pengawasan Umum) Polri," kata Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani, Jumat (16/10/2020), seperti dikutip dari Warta Kota.
Pasalnya, menurut Yani, kepolisian sangat mudah menjadikan tersangka seseorang dengan dalih penyebaran hoaks berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Sebelum polisi menaikkan dalam proses penyidikan dan menangkap, apakah sudah ada keterangan atau gelar perkara?"
"Apakah sudah diminta keterangan ahli bahasa? Apakah sudah dapat keterangan ahli pidana? Ini menjadi pertanyaan kami," papar Yani.
Menurut Yani, pernyataan ketiga petinggi KAMI di media sosial tidak dapat dikatakan penyebaran hoaks, dan terlihat mengada-ada untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.
"Jelas mengada-ada. Ini lebih banyak nuansanya bukan hukum," ujar Yani.
Baca Juga: Luhut Tegur Keras Mantan Pejabat Tinggi yang Tolak Omnibus Law Cipta Kerja: Anda Berdosa!
Ini Peran 9 Anggota KAMI Menurut Polisi
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri merilis sembilan orang tersangka kasus dugaan penyebaran berita bohong dan penghasutan terkait UU Cipta Kerja, Kamis (15/10/2020).
Di antara mereka merupakan grup Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan dan yang lainnya petinggi KAMI Jakarta.
Para tersangka tersebut yakni KHA, JG, NZ, WRP, DW, Kingkin Anida (KA), Anton Permana (AP), Syahganda Nainggolan (SN) dan Jumhur Hidayat (JH). Mereka ditangkap di wilayah Medan, Jakarta, Depok dalam kurun waktu 9-13 Oktober 2020.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menjelaskan untuk tersangka KHA, JE, NZ dan WRP tergabung dalam satu grup Whatsapp dengan nama KAMI Medan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.