JAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Unpad Muradi menilai bentrokan aparat dengan massa aksi yang menolak UU Cipta Kerja memiliki pola yang sama dengan peristiwa serupa di tahun 2019.
Diketahui pada 21-22 Mei 2019, terjadi gelombang penolakan hasil penghitungan suara pemilihan Presiden Indonesia 2019. Pada September 2019 juga terjadi unjuk rasa dan kerusuhan untuk mendesak pemerintah membatalkan Revisi UU KPK.
Menurut Muradi, pola seperti menyebarkan isu dan sentiment solidaritas dalam kerusuhan demonstrasi menolak UU Cipta Karya ini juga dipakai oleh operator yang sama saat kerusuhan pada Mei dan September 2019.
Baca Juga: Video Detik-Detik Kericuhan Demo Tolak UU Cipta Kerja di Dekat Istana Negara
“Ada free rider, saya melihat orangnya itu-itu saja. Operatornya sama, polanya juga sama. Seperti sepereeti mengibarkan isu soal demonstrasi dan sentiment solidaritas itu mereka yang bangun,” ujar Muradi saat dihubungi KompasTV, Kamis (8/10/2020).
Selain pola dan operator yang sama, Muradi melihat isu demonstrasi ini juga dioptimalkan untuk momentum jangka pendek, seperti Pilkada 2020.
Ia meramalkan dari isu penolakan UU Cipta Kerja ini akan ada lonjakan elektabilitas Paslon yang didukung partai yang menentang UU Cipta Kerja.
“Saya kemarin ke Kabupaten Bandung, saya mendengar isu jangan pilih paslon yang didukug partai mendukung RUU Cipta Kerja. Ini ada di Whatsapp di grup-grup kecil yang menjadi isu yang disebar,” ujar Muradi.
Baca Juga: Ternyata Draf Final UU Cipta Kerja Tak Dibagikan ke Anggota DPR Saat Rapat Paripurna, Ada Apa?
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.