JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja mendapat sorotan masyarakat. Betapa tidak, UU bagian dari omnibus law itu dinilai banyak merugikan rakyat, khususnya kaum buruh.
Cipta Kerja ini pun menjadi UU kontroversial kelima yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepanjang masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Apa saja 5 UU kontroversial yang disahkan era Presiden Jokowi?
Baca Juga: Berikut Poin-Poin Penting Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Jadi Kontroversi
1. UU Cipta Kerja
DPR dan Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Cipta Kerja pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja ini diketok di tengah banyaknya kritikan dan sorotan berbagai pihak.
Dari sembilan fraksi di DPR RI, sebanyak tujuh di antaranya menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja. Sementara hanya dua fraksi yang menolak pengesahan itu, yaitu fraksi PKS dan Partai Demokrat.
Sejak pembahasan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah menuai sejumlah kontroversi. Salah satu klaster pembahasan yang cukup banyak mendapat penolakan yaitu terkait klaster ketenagakerjaan.
Di antara deretan poin kontrovesi adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) yang diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Ini dinilai membuat upah pekerja menjadi lebih rendah.
Selain itu, poin-poin lainnya yang mendapat banyak sorotan adalah para pekerja kini berpotensi menjadi pekerja kontrak seumur hidup dan rentan PHK, serta jam istrihat yang lebih sedikit.
Baca Juga: Pengusaha Sebut Buruh Tak akan Berani Mogok Nasional Selama 3 Hari karena Takut Diberi Sanksi
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat, setidaknya ada tujuh isu penting yang menjadi dasar penolakan rencana pengesahan tersebut.
Mulai dari rencana penghapusan Upah Minimum Sektoral (UMSK), pengurangan nilai pesangon, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang bisa terus diperpanjang, serta outsourcing seumur hidup tanpa batasan jenis pekerjaan.
Kemudian, rencana jam kerja yang dinilai terlalu eksploitatif, hak cuti dan hak upah atas cuti, serta tidak adanya jaminan pensiun dan kesehatan bagi karyawan kontrak dan outsourcing.
"Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing," kata Presiden KSPI Said Iqbal, Minggu (4/10/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Berikut Ini Pasal-pasal Kontroversial dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja
2. UU KPK
Kontroversi pertama dimulai beberapa minggu sebelum Jokowi dilantik untuk periode keduanya, yaitu ketika revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disahkan pada 17 September 2019.
Tak ada satu pun partai di yang duduk di kursi wakil rakyat menolak pengesahan revisi UU KPK ini.
Pengesahan revisi UU KPK ini pun memantik aksi protes dan demo besar di sejumlah daerah.
Mereka menilai revisi tersebut berpotensi melemahkan KPK yang selama ini berada di garda depan dalam pemberantasan korupsi.
Sejumlah poin kontroversi dalam revisi UU KPK adalah sebagai berikut:
Pertama, kedudukan KPK berada pada cabang eksekutif. Padahal status KPK sebelumnya merupakan lembaga ad hoc independen.
Perubahan kedudukan menjadi lembaga pemerintah itu berdampak pada status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Baca Juga: Presiden Jokowi Siapkan 3 Perpres Terkait UU KPK
Kedua, pembentukan Dewan Pengawas KPK yang tertuang dalam tujuh pasal khusus, yaitu Pasal 37A, Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, dan Pasal 37G.
Selain mengawasi tugas dan wewenang KPK, Dewan Pengawas juga berwenang dalam beberapa hal, di antaranya, memberikan izin atau tidak dalam penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.
Ketiga, izin menyadap. Dengan adanya revisi tersebut, KPK tak lagi bebas melakukan penyadapan terhadap terduga tindak pidana korupsi, tapi harus izin Dewan Pengawas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.